KISAH NABI HUD
Selesailah
kisah kaum Nabi Nuh dalam sejarah. Mayoritas di antara mereka yang mendustakan
ajarannya telah dihancurkan oleh topan. Sedangkan minoritas di antara mereka
dapat kembali memakmurkan bumi sebagai wujud dari sunatullah dan janji-Nya:
Sedangkan janji Allah SWT kepada Nabi Nuh adalah:
"Dan
kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang takwa." (QS. al-Qashash:
83)
Dan janji
Allah SWT juga kepada Nabi Nuh adalah:
"Difirmankan:
'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan
atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada pula
umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam hehidupan dunia),
kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami. " (QS. Hud: 48)
Berputarlah
roda kehidupan dan datanglah janji Allah SWT. Setelah datangnya topan, tiada
yang tersisa dari manusia di muka bumi kecuali orang-orang yang beriman. Tiada
satu hati yang kafir pun berada di muka bumi dan setan mulai mengeluhkan
pengangguran.
Berlalulah
tahun demi tahun, lalu matilah para orang tua dan anak-anak, dan datanglah anak
dari anak-anak. Manusia lupa akan wasiat Nabi Nuh dan mereka kembali menyembah
berhala. Manusia menyimpang dari penyembahan yang semata-mata untuk Allah SWT.
Akhirnya, tipuan kuno berulang kembali. Para cucu kaum Nabi Nuh berkata:
"Kita tidak ingin melupakan kakek kita yang Allah SWT selamatkan mereka
dari topan."
Oleh
karena itu, mereka membuat patung-patung orang-orang yang selamat itu yang
dapat mengingatkan mereka dengannya. Dan pengagungan ini semakin berkembang
generasi demi generasi, namun akhimya penghormatan itu berubah menjadi
penghambaan. Patung-patung itu berubah—dengan bisikan setan—menjadi tuhan
selain Allah SWT. Dan bumi kembali mengeluhkan kegelapan. Lalu Allah SWT rnengutus
junjungan kita Nabi Hud di tengah-tengah kaumnya.
Al-Qur'an
menyingkap ceritanya setelah diutusnya Nabi Hud untuk membawa agama kepada
manusia. Nabi Hud berasal dari kabilah yang bernama 'Ad. Kabilah ini tinggal di
suatu tempat yang bernama al-Ahqaf. la adalah padang pasir yang dipenuhi dengan
gunung-gunung pasir dan tampak dari puncaknya lautan. Adapun tempat tinggal
mereka berupa tenda-tenda besar dan mempuyai tiang-tiang yang kuat dan tinggi.
Kaum 'Ad terkenal dengan kekuatan fisik di saat itu, dan mereka juga memiliki
tubuh yang amat tinggi dan tegak sampai-sampai mereka mengatakan seperti yang
dikutip oleh Al-Qur'an:
"Mereka
berkata: 'Siapakah yang lebih kuat daripada kami.'" (QS. Fushilat: 15)
Tiada
seorang pun di masa itu yang dapat menandingi kekuatan mereka. Meskipun mereka
memiliki kebesaran tubuh, namun mereka memiliki akal yang gelap. Mereka
menyembah berhala dan membelanya bahkan mereka siap berperang atas namanya.
Mereka malah menuduh nabi mereka dan mengejeknya. Selama mereka menganggap bahwa
kekuatan adalah hal yang patut dibanggakan, maka seharusnya mereka melihat
bahwa Allah SWT yang menciptakan mereka lebih kuat dari mereka. Sayangnya,
mereka tidak melihat selain kecongkakan mereka. Nabi Hud berkata kepada mereka:
"Wahai
kaumku, sembahlah Allah yang tiada tuhan lain bagi kalian selain-Nya. "
(QS. Hud: 50)
Itu
adalah perkataan yang sama yang diucapkan oleh seluruh nabi dan rasul.
Perkataan tersebut tidak pernah berubah, tidak pernah berkurang, dan tidak
pernah dicabut kembali. Kaumnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau ingin
menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu ini? Imbalan apa yang engkau
inginkan?" Nabi Hud memberitahu mereka bahwa ia hanya mengharapkan imbalan
dari Allah SWT. Ia tidak menginginkan sesuatu pun dari mereka selain agar
mereka menerangi akal mereka dengan cahaya kebenaran. Ia mengingatkan mereka
tentang nikmat Allah SWT terhadap mereka. Bagaimana Dia menjadikan mereka
sebagai khalifah setelah Nabi Nuh, bagaimana Dia memberi mereka kekuatan fisik,
bagaimana Dia menempatkan mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan, bagaimana
Dia mengirim hujan lalu menghidupkan bumi dengannya.
Kaum Hud
membuat kerusakan dan mengira bahwa mereka orang-orang yang terkuat di muka
bumi, sehingga mereka menampakkan kesombongan dan semakin menentang kebenaran.
Mereka berkata kepada Nabi Hud: "Bagaimana engkau menuduh tuhan-tuhan kami
yang kami mendapati ayah-ayah kami menyembahnya?" Nabi Hud menjawab:
"Sungguh orang tua kalian telah berbuat kesalahan." Kaum Nabi Hud
berkata: "Apakah engkau akan mengatakan wahai Hud bahwa setelah kami mad
dan menjadi tanah yang beterbangan di udara, kita akan kembali hidup?"
Nabi Hud menjawab: "Kalian akan kembali pada hari kiamat dan Allah SWT
akan bertanya kepada masing-masing dari kalian tentang apa yang kalian
lakukan."
Setelah
mendengar jawaban itu, meledaklah tertawa dari mereka. Alangkah anehnya
pengakuan Hud, demikianlah orang-orang kafir berbisik di antara mereka. Manusia
akan mati dan ketika mati jasadnya akan rusak dan ketika jasadnya rusak ia akan
menjadi tanah kemudian akan dibawa oleh udara dan tanah itu akan beterbangan,
lalu bagaimana semua ini akan kembali ke asalnya. "Kemudian apa
pengertian adanya hari kiamat? Mengapa orang-orang yang mati akan bangkit dari
kematiannya?" Hud menerima pertanyaan-pertanyaan ini dengan kesabaran yang
mulia. Kemudian ia mulai menerangkan pada kaumnya keadaan hari kiamat. Ia
menjelaskan kepada mereka bahwa kepercayaan manusia kepada hari akhir adalah
satu hal yang penting yang berhubungan dengan keadilan Allah SWT, sebagaimana
ia juga sesuatu yang penting yang juga berhubungan dengan kehidupan manusia.
Nabi Hud
menerangkan kepada mereka sebagaimana apa yang diterangkan oleh semua nabi
berkenaan dengan hari kiamat. Sesungguhnya hikmah sang Pencipta tidak menjadi
sempurna dengan sekadar memulai penciptaan kemudian berakhirnya kehidupan para
makhluk di muka bumi ini, lalu setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini adalah
masa tenggang yang pertama dari ujian. Dan ujian tidak selesai dengan hanya
menyerahkan lembar jawaban. Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar
jawaban itu, memberi nilai, dan menjelaskan siapa yang berhasil dan siapa yang
gagal.
Manusia
selama hidup di dunia tidak hanya mempunyai satu tindakan; ada yang berbuat
kelaliman, ada yang membunuh, dan ada yang melampaui batas. Seringkali kita
melihat orang-orang lalim pergi dengan bebas tanpa menjalani hukuman. Cukup
banyak orang-orang yang jahat namun mereka mendapatkan fasilitas yang mewah dan
mendapatkan penghormatan serta kekuasaan. Ke mana orang-orang yang teraniaya
akan mengadu dan kepada siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh?
Logika
keadilan menuntut adanya hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan tidak selalu menang
dalam kehidupan, bahkan terkadang pasukan kejahatan berhasil membunuh dan memperdaya
para pejuang kebenaran. Lalu, apakah kejahatan ini berlalu begitu saja tanpa
mendapatkan balasan? Sungguh suatu kelaliman besar terhampar seandainya kita
menganggap bahwa hari kiamat tidak pernah terjadi. Allah SWT telah mengharamkan
kelaliman atas diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya terjadi di antara
hamba-hamba-Nya., maka adanya hari kiamat, hari perhitungan, hari pembalasan
adalah sebagai bukti kesempurnaan dari keadilan Allah SWT. Sebab hari kiamat
adalah hari di mana semua persoalan akan disingkap kembali di depan sang
Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT akan memutuskan hukum-Nya di
dalam-nya. Inilah kepentingan pertama tentang hari kiamat yang berhubungan
langsung dengan keadilan Allah SWT.
Ada
kepentingan lain berkenaan dengan hari kiamat, yang berhubungan dengan perilaku
manusia sendiri. Bahwa keyakinan dengan adanya hari akhir, mempercayai hari
kebangkitan, perhitungan amal, penerimaan pahala dan siksa, dan kemudian masuk
surga atau neraka adalah perkara-perkara yang langsung berkenaan dengan
perilaku manusia, di mana konsentrasi manusia dan had mereka akan tertuju
dengan alam lain setelah alam ini. Oleh karena itu, mereka tidak akan
terbelenggu oleh kenikmatan dunia, kerakusan kepadanya, dan egoisme untuk
menguasinya. Mereka tidak perlu gelisah saat mereka tidak berhasil melihat
balasan usaha mereka dalam umur mereka yang pendek dan terbatas. Dengan
demikian, manusia semakin meninggi dari tanah yang menjadi asal penciptaannya
ke roh yang ditiupkan oleh Tuhannya.
Barangkali
persimpangan jalan antara tunduk terhadap imajinasi dunia, nilai-nilainya, dan
pertimbangan-pertimbangannya dan ketergantungan dengan nilai-nilai Allah SWT
yang tinggi dapat terwujud dengan adanya keimanan terhadap hari kiamat. Nabi
Hud telah membicarakan semua ini dan mereka telah mendengarkannya namun mereka
mendustakannya. Allah SWT menceritakan sikap kaum itu terhadap hari kiamat:
"Dan
berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan
pertemuan dengan hari kiamat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam
kehidupan dunia: 'Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia,
makan dari apa yang kamu, makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan
sesungguhnya jika kamu sekalian menaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila
demikian itu, kamu benar-benar menjadi orang-orang yang merugi. Apakah ia
menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi
tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?,
jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepadamu itu, kehidupan
tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup dan
sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. " (QS. al-Mu`minun: 33-37)
Demikianlah
kaum Nabi Hud mendustakan nabinya. Mereka berkata kepadanya: "Tidak
mungkin, tidak mungkin." Mereka keheranan ketika mendengar bahwa Allah SWT
akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam kuburan. Mereka bingung ketika
dibe-ritahu bahwa Allah SWT akan mengembalikan penciptaan manusia setelah ia
berubah menjadi tanah, meskipun Dia telah menciptakannya sebelumnya juga dari
tanah. Seharusnya para pendusta hari kebangkitan itu merasa bahwa mengembalikan
penciptaan manusia dari tanah dan tulang lebih mudah dari penciptaannya pertama
kali. Bukankah Allah SWT telah menciptakan semua makhluk, maka kesulitan apa
yang ditemui-Nya dalam mengembalikannya. Kesulitan itu disesuaikan dengan
tolok ukur manusia yang tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok ukur manusia
tersebut tidak dapat diterapkan kepada Allah SWT. Karena Dia tidak mengenal
kesulitan atau kemudahan. Ketika Dia ingin membuat sesuatu, maka Dia hanya
sekadar mengeluarkan perintah:
"Allah
Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu,
maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah."Lalu
jadilah ia." (QS. al-Baqarah: 117)
Kita juga
memperhatikan firman-Nya:
"Dan
berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya." (QS. al-Mu^minun:
33)
Al-Mala'
ialah para pembesar (ar-Ruasa'). Mereka dinamakan al-Mala' karena mereka suka
berbicara dan mereka mempunyai kepentingan dalam kesinambungan situasi yang
tidak sehat. Kita akan menyaksikan mereka dalam setiap kisah para nabi. Kita
akan melihat para pembesar kaum, orang-orang kaya di antara mereka, dan orang-orang
elit di antara mereka yang menentang para nabi. Allah SWT menggambarkan mereka
dalam firman-Nya:
"Dan
yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia. " (QS. al-Mukminun:
33)
Karena
pengaruh kekayaan dan kemewahan hidup, lahirlah keinginan untuk meneruskan
kepentingan-kepentingan khusus, dan dari pengaruh kekayaan dan kekuasaan,
muncullah sikap sombong. Para pembesar itu menoleh kepada kaumnya sambil
bertanya-tanya: "Tidakkah nabi ini manusia biasa seperti kita, ia memakan
dari apa yang kita, makan, dan meminum dari apa yang kita minum? Bahkan
barangkali karena kemiskinannya, ia sedikit, makan dari apa yang kita, makan
dan ia minum, menggunakan gelas-gelas yang kotor sementara kita minum dari
gelas-gelas yang terbuat dari emas dan perak., maka bagaimana ia mengaku berada
dalam kebenaran dan kita dalam kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka
bagaimana kita menaati manusia biasa seperti kita? Kemudian, mengapa Allah SWT
memilih manusia di antara kita untuk mendapatkan wahyu-Nya?"
Para
pembesar kaum Nabi Hud berkata: "Bukankah hal yang aneh ketika Allah SWT
memilih manusia biasa di antara kita untuk menerima wahyu dari-Nya?" Nabi
Hud balik bertanya: "Apa keanehan dalam hal itu? Sesungguhnya Allah SWT
mencintai kalian dan oleh karenanya Dia mengutus aku kepada kalian untuk
mengingatkan kalian. Sesungguhnya perahu Nuh dan kisah Nuh tidak jauh dari
ingatan kalian. Janganlah kalian melupakan apa yang telah terjadi. Orang-orang
yang menentang Allah SWT telah dihancurkan dan begitu juga orang-orang yang akan
mengingkari-Nya pun akan dihancurkan, sekuat apa pun mereka." Para
pembesar kaum berkata: "Siapakah yang dapat menghancurkan kami wahai
Hud?" Nabi Hud menjawab: "Allah SWT."
Orang-orang
kafir dari kaum Nabi Hud berkata: "Tuhan-tuhan kami akan menyelamatkan
kami." Nabi Hud memberitahu mereka, bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah
ini dengan maksud untuk mendekatkan mereka kepada Allah SWT pada hakikatnya
justru menjauhkan mereka dari-Nya. Ia menjelaskan kepada mereka bahwa hanya
Allah SWT yang dapat menyelamatkan manusia, sedangkan kekuatan lain di bumi
tidak dapat mendatangkan mudarat dan manfaat.
Pertarungan
antara Nabi Hud dan kaumnya semakin seru. Dan setiap kali pertarungan berlanjut
dan hari berlalu, kaum Nabi Hud meningkatkan kesombongan, pembangkangan, dan
pendustaan kepada nabi mereka. Mereka mulai menuduh Nabi Hud sebagai seorang
idiot dan gila. Pada suatu hari mereka berkata kepadanya: "Sekarang kami
memahami rahasia kegilaanmu. Sesungguhnya engkau menghina tuhan kami dan tuhan
kami telah marah kepadamu, dan karena kemarahannya engkau menjadi gila."
Allah SWT menceritakan apa yang mereka katakan dalam firman-Nya:
"Kaum
'Ad berkata: 'Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang
nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami
karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami
tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan
penyakit gila atas dirimu. " (QS. Hud: 53-54)
Sampai
pada batas inilah penyimpangan itu telah terjadi pada diri mereka, sampai pada
batas bahwa mereka menganggap, bahwa Nabi Hud telah mengigau karena salah satu
tuhan mereka telah murka kepadanya sehingga ia terkena sesuatu penyakit gila.
Nabi Hud tidak membiarkan anggapan mereka bahwa ia gila dan mengigau, naniun ia
tidak bersikap emosi tetapi ia menunjukkan sikap tegas ketika mereka
mengatakan: "Dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan
mempercayai kamu. "
Setelah
tantangan ini tiada lain bagi Nabi Hud kecuali memberikan tantangan yang sama.
Nabi Hud hanya pasrah kepada Allah SWT. Nabi Hud hanya memberikan peringatan
dan ancaman terhadap orang-orang yang mendustakan dakwahnya. Nabi Hud berkata:
"Sesungguhnya
aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu bahwa Sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya. Sebab itu,
jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah karnu memberi tangguh
kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak
ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus
(untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum
yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya sedikit
pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu. " (QS.
Hud: 54-57)
Manusia
akan merasa keheranan terhadap perlawanan kepada kebenaran ini. Seorang lelaki
menghadapi kaum yang kasar dan keras kepala serta bodoh. Mereka menganggap
bahwa berhala-berhala dari batu dapat memberikan gangguan. Manusia sendiri
rnampu menentang para tiran dan melumpuhkan keyakinan mereka, serta berlepas
diri dari mereka dan dari tuhan mereka. Bahkan ia siap menentang mereka dan
menghadapi segala bentuk, makar mereka. Ia pun siap berperang dengan mereka dan
bertawakal kepada Allah SWT. Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha Benar. Dia-lah
yang menguasai setiap makhluk di muka bumi, baik berupa binatang, manusia,
maupun makhluk lain. Tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah SWT.
Dengan
keimanan kepada Allah SWT dan dengan kepercayaan pada janji-Nya serta merasa
tenang dengan pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru orang-orang kaflr dari kaumnya.
Nabi Hud melakukan yang demikian itu meskipun ia sendirian dan merasakan
kelemahan karena ia mendapatkan keamanan yang hakiki dari Allah SWT. Dalam
pembicaraannya, Nabi Hud menjelaskan kepada kaumnya bahwa ia melaksanakan
amanat dan menyampaikan agama. Jika mereka mengingkari dakwahnya, niscaya Allah
SWT akan mengganti mereka dengan kaum selain mereka. Yang demikian ini berarti
bahwa mereka sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi Hud menjelaskan kepada
mereka, bahwa ia berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. la bertawakal
kepada Allah SWT yang menciptakannya.
Ia
mengetahui bahwa siksa akan turun di antara para pengikutnya yang menentang.
Beginilah hukum kehidupan di mana Allah SWT menyiksa orang-orang kafir meskipun
mereka sangat kuat atau sangat kaya. Nabi Hud dan kaumnya menunggu janji Allah
SWT. Kemudian terjadilah masa kering di muka bumi di mana langit tidak lagi
menurunkan hujan. Matahari menyengat sangat kuat hingga laksana
percikan-percikan api yang menimpa kepala manusia.
Kaum Nabi
Hud segera menuju kepadanya dan bertanya: "Mengapa terjadi kekeringan ini
wahai Hud?" Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya Allah SWT murka kepada
kalian. Jika kalian beriman, maka Allah SWT akan rela terhadap kalian dan
menurunkan hujan serta menambah kekuatan kalian." Namun kaum Nabi Hud
justru mengejeknya dan malah semakin menentangnya., maka masa kekeringan
semakin meningkat dan menguningkan pohon-pohon yang hijau dan matilah
tanaman-tanaman.
Lalu
datanglah suatu hari di mana terdapat awan besar yang menyelimuti langit. Kaum
Nabi Hud begitu gembira dan mereka keluar dari rumah mereka sambil berkata:
"Hari ini kita akan dituruni hujan." Tiba-tiba udara berubah yang
tadinya sangat kering dan panas kini menjadi sangat dingin. Angin mulai bertiup
dengan kencang. Semua benda menjadi bergoyang. Angin terus-menerus bertiup
malam demi malam, dan hari demi hari. Setiap saat rasa dingin bertambah.
Kaum Nabi
Hud mulai berlari. Mereka segera menuju ke tenda dan bersembunyi di dalamnya.
Angin semakin bertiup dengan kencang dan menghancurkan tenda. Angin
menghancurkan pakaian dan menghancurkan kulit. Setiap kali angin bertiup, ia
menghancurkan dan membunuh apa saja yang di depannya. Angin bertiup selama
tujuh malam dan delapan hari dengan mengancam kehidupan dunia. Kemudian angin
berhenti dengan izin Tuhannya.
Allah SWT
berfirman:
"Maka
tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah
mereka, berkatalah mereka: 'Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada
kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera
(yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala
sesuatu dengan perintah Tuhannya." (QS. al-Ahqaf: 24-25) "Yang Allah
menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari
terus-menerus;, maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan
seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).
" (QS. al-Haqqah: 7)
Tiada yang
tersisa dari kaum Nabi Hud kecuali pohon-pohon kurma yang lapuk. Nabi Hud dan
orang-orang yang beriman kepadanya selamat sedangkan orang-orang yang
menentangnya binasa.
Sumber Artikel : http://achsanarea23.blogspot.com/2012/09/cara-pasang-kotak-permalink-di-bawah.html#ixzz2B8PBsDfT
0 comments:
Post a Comment
setelah anda membaca artikel ini silakan anda berkomentar yang baik,sesuai dengan topik pembicaraan, tolong jangan spam