PENDAHULUAN
Banyak orang yang tidak beriman kepada al-Qur'an
sekalipun mereka mengaku sebagai orang yang beriman. Mereka menghabiskan hidup
mereka dengan berpegang pada khayalan, dan kehidupan mereka menyalahi
al-Qur'an, bahkan mereka menolak al-Qur'an sebagai pembimbing mereka. Padahal,
hanya al-Qur'an yang memberikan pengetahuan yang benar dalam masa kehidupan ini
kepada setiap orang, dan al-Qur'an menjelaskan rahasia-rahasia penciptaan Allah
dengan penjelasan paling benar dan paling murni. Informasi apa pun yang tidak
berdasarkan pada al-Qur'an adalah informasi yang tidak benar, dengan demikian
informasi tersebut merupakan tipuan dan khayalan. Dengan demikian, orang-orang
yang tidak berpegang pada al-Qur'an hidupnya dalam keadaan mengkhayal. Di
akhirat, mereka akan dilaknat selama-lamanya.
Dalam al-Qur'an, juga dalam shalat, perintah, larangan,
dan akhlak yang baik, Allah menjelaskan berbagai rahasia kepada umat manusia.
Sesungguhnya semuanya ini merupakan rahasia penting, dan mata yang mau
memperhatikan dapat menyaksikan rahasia-rahasia ini di dalam hidupnya. Tidak
ada sumber lain selain al-Qur'an yang dapat menjelaskan rahasia-rahasia ini.
Al-Qur'an adalah sumber istimewa bagi rahasia-rahasia ini, sehingga siapa pun
orangnya, betapapun ia orang yang cerdas dan melek huruf tidak akan pernah
menemukan rahasia-rahasia ini di tempat lain.
Jika sebagian orang tidak dapat memahami pesan-pesan yang
tersembunyi dalam al-Qur'an, sedangkan orang lain dapat memahaminya, ini
merupakan rahasia lain yang diciptakan oleh Allah. Orang-orang yang tidak
mengkaji rahasia-rahasia yang diwahyukan dalam al-Qur'an hidup dalam keadaan
menderita dan berada dalam kesulitan. Ironisnya, mereka tidak pernah mengetahui
penyebab penderitaan mereka. Dalam pada itu, orang-orang yang mempelajari
rahasia-rahasia dalam al-Qur'an menjalani kehidupannya dengan mudah dan
gembira.
Sebabnya adalah karena al-Qur'an itu jelas, mudah, dan
cukup sederhana untuk dipahami oleh setiap orang. Dalam al-Qur'an, Allah menyatakan sebagai berikut:
"Wahai manusia, sesungguhnya telah
datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. Kami telah menurunkan kepadamu
cahaya yang terang benderang. Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan
berpegang teguh kepada-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam
rahmat yang besar dari-Nya dan limpahan karunia-Nya, dan menunjuki mereka
kepada jalan yang lurus." (Q.s. an-Nisa': 174-75).
Namun demikian, kebanyakan manusia, meskipun mereka
sanggup memecahkan masalah yang sangat sulit, memiliki pemahaman dan mampu
mempraktikkan filsafat yang sangat membingungkan, ternyata tidak mampu memahami
hal-hal yang jelas dan sederhana yang terdapat dalam al-Qur'an. Sebagaimana tetah dijelaskan dalam buku ini, persoalan
ini merupakan rahasia yang penting. Di samping tidak mampu memahami sifat dunia
yang sementara, hari demi hari orang-orang seperti ini semakin dekat kepada
kematian yang tak dapat dielakkan. Rahasia-rahasia dalam al-Qur'an merupakan
rahmat bagi orang beriman, dan di sisi lain, al-Qur'an memberikan ancaman bagi
orang-orang kafir, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Allah menjelaskan kenyataan ini dalam sebuah ayat
sebagai berikut:
"Dan Kami turunkan dari al-Qur'an
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
al-Qur'an itu hanyalah menambah kerugian bagi orang-orang yang zalim."
(Q.s. al-Isra': 82).
Buku ini membicarakan tentang persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan ayat-ayat yang telah diwahyukan Allah kepada manusia sebagai
suatu rahasia. Ketika seseorang membaca ayat-ayat ini, dan perhatiannya tertuju
kepada rahasia-rahasia yang terkandung dalam ayat ini, maka yang harus ia
lakukan adalah berusaha mengetahui maksud Allah di balik berbagai peristiwa,
lalu memikirkan segala sesuatunya berdasarkan al-Qur'an. Maka, orang-orang pun akan menyadari dengan kesadaran yang mendalam tentang
rahasia-rahasia tersebut, sehingga al-Qur'an akan mengendalikan kehidupan
mereka dan kehidupan orang lain.
Semenjak orang bangun pada pagi hari, wujud dari
rahasia-rahasia yang diciptakan Allah ini dapat dilihat. Untuk memahami
rahasia-rahasia ini, yang ia perlukan hanyalah selalu memperhatikannya,
berpaling kepada Allah, dan bertafakur. Maka, ia akan menyadari bahwa hidupnya
sama sekali tidak tergantung pada hukum-hukum yang merugikan sebagaimana yang
dipakai banyak orang, dan ia akan menyadari bahwa satu-satunya kekuasaan dan
hukum yang dapat dipercaya hanyalah hukum Allah. Ini merupakan rahasia yang
sangat penting. Tidak ada kebaikan di dalam aturan-aturan dan praktik-praktik
yang digunakan kebanyakan orang selama berabad-abad yang dianggap sebagai
kebenaran yang pasti. Sesungguhnya, orang-orang ini telah tertipu. Kebenaran
adalah apa yang dinyatakan dalam al-Qur'an. Siapa pun yang membaca al-Qur'an
dengan ikhlas, lalu memikirkan berbagai peristiwa berdasarkan al-Qur'an dan
iman, dan mendekatkan diri kepada Allah, ia akan melihat dengan jelas
rahasia-rahasia ini. Perbuatan inilah yang akan memberikan pemamahan yang lebih
baik bahwa Allah adalah Yang Maha Esa Yang mengendalikan setiap makhluk, hati,
dan pikiran, sebagaimana pernyataan Allah dalam sebuah ayat:
"Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur'an itu
benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia
menyaksikan segala sesuatu?" (Q.s. Fushshilat: 53).
ALLAH MENGABULKAN DOA SETIAP ORANG
Allah Yang Mahakuasa, Maha Pengasih, dan Maha
Penyayang, telah berfirman dalam al-Qur'an bahwa Dia dekat dengan manusia dan
akan mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Nya. Adapun salah
satu ayat yang membicarakan masalah tersebut adalah:
"Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran." (Q.s.
al-Baqarah: 186).
Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat di atas, Allah itu dekat kepada setiap orang. Dia Maha Mengetahui
keinginan, perasaan, pikiran, kata-kata yang diucapkan, bisikan, bahkan apa
saja yang tersembunyi dalam hati setiap orang. Dengan demikian, Allah Mendengar
dan Mengetahui setiap orang yang berpaling kepada-Nya dan berdoa kepada-Nya.
Inilah karunia Allah kepada manusia dan sebagai wujud dari kasih-sayang-Nya,
rahmat-Nya, dan kekuasaan-Nya yang tiada batas.
Allah memiliki
kekuasaan dan pengetahuan yang tiada batas. Dialah Pemilik segala sesuatu di
seluruh alam semesta. Setiap makhluk, setiap benda, dari orang-orang yang
tampaknya paling kuat hingga orang-orang yang sangat kaya, dari
binatang-binatang yang sangat besar hingga yang sangat kecil yang mendiami
bumi, semuanya milik Allah dan semuanya berada dalam kehendak-Nya dan
pegaturan-Nya yang mutlak.
Seseorang yang beriman
terhadap kebenaran ini dapat berdoa kepada Allah mengenai apa saja dan dapat
berharap bahwa Allah akan mengabulkan doa-doanya. Misalnya, seseorang yang
mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan tentu saja akan berusaha untuk
melakukan berbagai macam pengobatan. Namun ketika mengetahui bahwa hanya Allah
yang dapat memberikan kesehatan, lalu ia pun berdoa kepada-Nya memohon
kesembuhan. Demikian pula, orang yang mengalami ketakutan atau kecemasan dapat
berdoa kepada Allah agar terbebas dari ketakutan dan kecemasan. Seseorang yang
menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan dapat berpaling kepada Allah
untuk menghilangkan kesulitannya. Seseorang dapat berdoa kepada Allah untuk
memohon berbagai hal yang tidak terhitung banyaknya seperti untuk memohon
bimbingan kepada jalan yang benar, untuk dimasukkan ke dalam surga bersama-sama
orang-orang beriman lainnya, agar lebih meyakini surga, neraka, Kekuasaan
Allah, untuk kesehatan, dan sebagainya. Inilah yang telah ditekankan Rasulullah
saw. dalam sabdanya:
"Maukah aku
beritahukan kepadamu suatu senjata yang dapat melindungimu dari kejahatan musuh
dan agar rezekimu bertambah?" Mereka berkata, "Tentu saja wahai
Rasulullah." Beliau bersabda, "Serulah Tuhanmu siang dan malam,
karena 'doa' itu merupakan senjata bagi orang yang beriman."1
Namun demikian, terdapat rahasia lain di balik
apa yang diungkapkan dalam al-Qur'an yang perlu kita bicarakan dalam masalah
ini. Sebagaimana Allah telah menyatakan dalam ayat:
"Dan manusia berdoa untuk kejahatan
sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan manusia itu tergesa-gesa." (Q.s.
al-Isra':11).
Tidak setiap doa yang dipanjatkan oleh manusia
itu bermanfaat. Misalnya
seseorang memohon kepada Allah agar diberi harta dan kekayaan yang banyak untuk
anak-anaknya kelak. Akan tetapi Allah tidak melihat kebaikan di dalam doanya
itu. Yakni, kekayaan yang banyak itu justru dapat memalingkan anak-anak
tersebut dari Allah. Dalam hal ini, Allah mendengar doa orang tersebut,
menerimanya sebagai amal ibadah, dan mengabulkannya dengan cara yang
sebaik-baiknya. Sebagai contoh lainnya, seseorang berdoa agar tidak terlambat
dalam memenuhi perjanjian. Namun tampaknya lebih baik baginya jika ia sampai di
tujuan setelah waktu yang ditentukan, karena ia dapat bertemu dengan seseorang
yang memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat untuk kehidupan yang abadi. Allah
mengetahui masalah ini, dan Dia mengabulkan doa bukan berdasarkan apa yang
dipikirkan orang itu, tetapi dengan cara yang terbaik. Yakni, Allah mendengar
doa orang itu, tetapi jika Dia melihat tidak ada kebaikan dalam doanya itu, Dia
memberikan apa yang terbaik bagi orang itu. Tentu saja hal ini merupakan rahasia
yang sangat penting.
Ketika doa tidak
dikabulkan, orang-orang tidak menyadari tentang rahasia ini, mereka mengira
bahwa Allah tidak mendengar doa mereka. Sesungguhnya hal ini merupakan
keyakinan orang-orang bodoh yang sesat, karena "Allah itu lebih dekat
kepada manusia daripada urat lehernya sendiri." (Q.s. Qaf: 16). Dia Maha
Mengetahui perkataan apa saja yang diucapkan, apa saja yang dipikirkan, dan
peristiwa apa saja yang dialami seseorang. Bahkan ketika seseorang tertidur,
Allah mengetahui apa yang ia alami dalam mimpinya. Allah adalah Yang
menciptakan segala sesuatu. Oleh karena itu, kapan saja seseorang berdoa kepada
Allah, ia harus menyadari bahwa Allah akan menerima doanya pada saat yang
paling tepat dan akan memberikan apa yang terbaik baginya.
Doa, di samping sebagai
bentuk amal ibadah, juga merupakan karunia Allah yang sangat berharga bagi
manusia, karena melalui doa, Allah akan memberikan kepada manusia sesuatu yang
Dia pandang baik dan bermanfaat bagi dirinya. Allah menyatakan pentingnya doa
dalam sebuah ayat:
"Katakanlah:
'Tuhanku tidak mengindahkan kamu, andaikan tidak karena doamu. Tetapi kamu
sungguh telah mendustakan-Nya, karena itu kelak azab pasti akan
menimpamu'." (Q.s. al-Furqan: 77)
" Allah
Mengabulkan Doa Orang-orang yang Menderita dan Berada dalam Kesulitan
Doa adalah saat-saat
ketika kedekatan seseorang dengan Allah dapat dirasakan. Sebagai hamba Allah,
seseorang sangat memerlukan Dia. Hal ini karena ketika seseorang berdoa, ia
akan menyadari betapa lemahnya dan betapa hinanya dirinya di hadapan Allah, dan
ia menyadari bahwa tak seorang pun yang dapat menolongnya kecuali Allah.
Keikhlasan dan kesungguhan seseorang dalam berdoa tergantung pada sejauh mana
ia merasa memerlukan. Misalnya, setiap orang berdoa kepada Allah untuk memohon
keselamatan di dunia. Namun, orang yang merasa putus asa di tengah-tengah medan
perang akan berdoa lebih sungguh-sungguh dan dengan berendah diri di hadapan
Allah. Demikian pula, ketika terjadi badai yang menerpa sebuah kapal atau
pesawat terbang sehingga terancam bahaya, orang-orang akan memohon kepada Allah
dengan berendah diri. Mereka akan ikhlas dan berserah diri dalam berdoa. Allah
menceritakan keadaan ini dalam sebuah ayat:
"Katakanlah:
Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang
kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dengan suara yang lembut:
'Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami
menjadi orang-orang yang bersyukur'." (Q.s. al-An'am: 63).
Di dalam al-Qur'an,
Allah memerintahkan manusia agar berdoa dengan merendahkan diri:
"Berdoalah
kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Q.s. al-A'raf: 55).
Dalam ayat lainnya,
Allah menyatakan bahwa Dia mengabulkan doa orang-orang yang teraniaya dan
orang-orang yang berada dalam kesusahan:
"Atau siapakah
yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya,
dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu sebagai khalifah di
bumi? Apakah ada tuhan lain selain Allah? Sedikit sekali kamu yang
memperhatikannya." (Q.s. an-Naml: 62).
Tentu saja orang tidak
harus berada dalam keadaan bahaya ketika berdoa kepada Allah. Contoh-contoh ini
diberikan agar orang-orang dapat memahami maknanya sehingga mereka berdoa
dengan ikhlas dan merenungkan saat kematian, ketika seseorang tidak lagi merasa
lalai sehingga mereka berpaling kepada Allah dengan keikhlasan yang dalam.
Dalam pada itu, orang-orang yang beriman, yang dengan sepenuh hati berbakti
kepada Allah, selalu menyadari kelemahan mereka dan kekurangan mereka, mereka
selalu berpaling kepada Allah dengan ikhlas, sekalipun mereka tidak berada
dalam keadaan bahaya. Ini merupakan ciri penting yang membedakan mereka dengan
orang-orang kafir dan orang-orang yang imannya lemah.
" Tidak Ada Pembatasan Apa pun dalam Berdoa
Seseorang dapat memohon
apa saja kepada Allah asalkan halal. Hal ini karena sebagaimana telah
disebutkan terdahulu, Allah adalah satu-satunya penguasa dan pemilik seluruh alam
semesta; dan jika Dia menghendaki, Dia dapat memberikan kepada manusia apa saja
yang Dia inginkan. Setiap orang yang berpaling kepada Allah dan berdoa
kepada-Nya, haruslah meyakini bahwa Allah berkuasa melakukan apa saja dan
bersungguh-sungguhlah dalam berdoa sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw.2 Ia
perlu mengetahui bahwa mudah saja bagi-Nya untuk memenuhi keinginan apa saja,
dan Dia akan memberikan apa yang diminta oleh seseorang jika di dalamnya
terdapat kebaikan bagi orang itu dalam doa tersebut. Doa-doa para nabi dan
orang-orang beriman yang disebutkan dalam al-Qur'an merupakan contoh bagi
orang-orang beriman tentang hal-hal yang dapat mereka mohon kepada Allah.
Misalnya, Nabi Zakaria a.s. berdoa kepada Allah agar diberi keturunan yang
diridhai, dan Allah pun mengabulkan doanya, meskipun istrinya mandul:
"Yaitu ketika
ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: 'Ya Tuhanku,
sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku
belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku
khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang
mandul, maka anugerahilah aku dari sisi-Mu seorang putra. Yang akan mewarisi
aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia ya Tuhanku,
seorang yang diridhai'." (Q.s. Maryam: 3-6).
Maka Allah mengabulkan
doa Nabi Zakaria dan memberikan kepadanya berita gembira tentang Nabi Yahya
a.s.. Setelah menerima berita gembira tentang seorang anak laki-laki, Nabi
Zakaria merasa heran karena istrinya mandul. Jawaban Allah kepada Nabi Zakaria
menjelaskan tentang sebuah rahasia yang hendaknya selalu dicamkan dalam hati
orang-orang yang beriman:
"Zakaria
berkata, 'Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah
seorang yang mandul dan aku sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.'
Tuhan berfirman, 'Demikianlah.' Tuhan berfirman, 'Hal itu mudah bagi-Ku, dan
sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu belum ada sama
sekali'." (Q.s. Maryam: 8-9)
Ada beberapa Nabi
lainnya yang disebutkan dalam al-Qur'an yang doa-doa mereka dikabulkan.
Misalnya, Nabi Nuh a.s. memohon kepada Allah untuk menimpakan azab kepada
kaumnya yang tersesat meskipun ia telah berusaha sekuat tenaga untuk membimbing
mereka kepada jalan yang lurus. Sebagai jawaban dari doanya, Allah menimpakan
azab besar kepada mereka yang tercatat dalam sejarah.
Nabi Ayub a.s. menyeru
Tuhannya ketika ia sakit, ia berkata, "… Sesungguhnya
aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di
antara semua penyayang." (Q.s. al-Anbiya': 83). Sebagai jawaban
terhadap doa Nabi Ayub, Allah berfirman sebagai berikut:
"Maka Kami pun
mengabulkan doanya itu, lalu Kami hilangkan penyakit yang menimpanya dan Kami
kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka,
sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua
yang menyembah Allah. (Q.s. al-Anbiya': 84).
Allah mengabulkan Nabi
Sulaiman a.s. yang berdoa, "Ya Tuhanku, ampunilah aku
dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun
sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi." (Q.s. Shad: 35).
Maka Allah mengaruniakan kekuasaan yang besar dan kekayaan yang banyak
kepadanya.
Oleh karena itu,
orang-orang yang berdoa hendaknya mencamkan dalam hati ayat ini, "Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu
hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah.' Maka terjadilah ia. (Q.s. Yasin: 82) Sebagaimana
dinyatakan dalam ayat ini, segala sesuatu itu mudah bagi Allah dan Dia
Mendengar dan Mengetahui setiap doa.
" Allah Memberi Karunia di Dunia ini bagi
Orang-orang yang Menginginkannya, Tetapi di Akhirat Mereka akan Menderita
Kerugian
Orang-orang yang tidak
memiliki ketakwaan kepada Allah dalam hatinya, dan imannya sangat lemah
terhadap kehidupan akhirat, hanyalah menginginkan keduniaan. Mereka meminta
kekayaan, harta benda, dan kedudukan hanyalah untuk kehidupan di dunia ini.
Allah memberi tahu kita bahwa orang-orang yang hanya menginginkan keduniaan
tidak akan memperoleh pahala di akhirat. Tetapi bagi orang-orang yang beriman,
mereka berdoa memohon dunia dan akhirat karena mereka percaya bahwa kehidupan
di akhirat sama pastinya dan sama dekatnya dengan kehidupan dunia ini. Tentang
masalah ini, Allah menyatakan sebagai berikut:
"Di antara
manusia ada orang yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di
dunia,' dan tidak ada baginya bagian di akhirat. Dan di antara mereka ada orang
yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.' Mereka itulah orang-orang
yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat
perhitungan-Nya. (Q.s. al-Baqarah: 200-2).
Orang-orang yang
beriman juga berdoa memohon kesehatan, kekayaan, ilmu, dan kebahagiaan. Akan
tetapi, semua doa mereka adalah untuk mencari keridhaan Allah dan untuk
memperoleh kebaikan bagi agamanya. Mereka memohon kekayaan misalnya, adalah
untuk digunakan di jalan Allah. Berkenaan dengan masalah ini, Allah memberikan
contoh tentang Nabi Sulaiman di dalam al-Qur'an. Jauh dari keinginan untuk
memperoleh dunia, doa Nabi Sulaiman untuk meminta kekayaan adalah demi tujuan
mulia untuk digunakan di jalan Allah, untuk menyeru manusia kepada agama Allah,
dan agar dirinya sibuk berdzikir kepada Allah. Kata-kata Nabi Sulaiman
sebagaimana yang diceritakan dalam al-Qur'an menunjukkan niatnya yang ikhlas:
"Sesungguhnya
aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik karena ingat kepada
Tuhanku." (Q.s. Shad: 32).
Maka Allah mengabulkan
doa Nabi Sulaiman a.s. tersebut dengan mengaruniakan kepadanya kekayaan yang
sangat banyak di dunia dan ia akan memperoleh pahala di akhirat. Dalam pada
itu, Allah juga mengabulkan keinginan orang-orang yang hanya menghendaki
kehidupan dunia, namun azab yang pedih menunggu mereka di akhirat. Keuntungan
yang telah mereka peroleh di dunia ini tidak akan mereka peroleh lagi di
akhirat kelak.
Kenyataan yang sangat
penting ini diceritakan dalam al-Qur'an sebagai berikut:
"Barangsiapa
menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan
barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami akan memberikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya bagian sedikit pun di
akhirat. (Q.s. asy-Syura: 20).
"Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang, maka Kami segerakan baginya di dunia apa yang
Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka
Jahanam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.s. al-Isra':
18).
ALLAH MENAMBAHKAN
NIKMATNYA KEPADA ORANG-ORANG YANG BERSYUKUR
Setiap orang sangat
memerlukan Allah dalam setiap gerak kehidupannya. Dari udara untuk bernafas
hingga makanan yang ia makan, dari kemampuannya untuk menggunakan tangannya
hingga kemampuan berbicara, dari perasaan aman hingga perasaan bahagia,
seseorang benar-benar sangat memerlukan apa yang telah diciptakan oleh Allah
dan apa yang dikaruniakan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan orang tidak
menyadari kelemahan mereka dan tidak menyadari bahwa mereka sangat memerlukan Allah.
Mereka menganggap bahwa segala sesuatunya terjadi dengan sendirinya atau mereka
menganggap bahwa segala sesuatu yang mereka peroleh adalah karena hasil jerih
payah mereka sendiri. Anggapan ini merupakan kesalahan yang sangat fatal dan
benar-benar tidak mensyukuri nikmat Allah. Anehnya, orang-orang yang telah
menyatakan rasa terima kasihnya kepada seseorang karena telah memberi sesuatu
yang remeh kepadanya, mereka menghabiskan hidupnya dengan mengabaikan nikmat
Allah yang tidak terhitung banyaknya di sepanjang hidupnya. Bagaimanapun,
nikmat yang diberikan Allah kepada seseorang sangatlah besar sehingga tak
seorang pun yang dapat menghitungnya. Allah menceritakan kenyataan ini dalam
sebuah ayat sebagai berikut:
"Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.s.
an-Nahl: 18).
Meskipun kenyataannya
demikian, kebanyakan manusia tidak mampu mensyukuri kenikmatan yang telah
mereka terima. Adapun penyebabnya diceritakan dalam al-Qur'an: Setan, yang
berjanji akan menyesatkan manusia dari jalan Allah, berkata bahwa tujuan
utamanya adalah untuk menjadikan manusia tidak bersyukur kepada Allah.
Pernyataan setan yang mendurhakai Allah ini menegaskan pentingnya bersyukur
kepada Allah:
"Kemudian saya
akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari
kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. Allah
berfirman, 'Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir.
Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan
mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya'." (Q.s. al-A'raf: 17-8).
Dalam pada itu,
orang-orang yang beriman karena menyadari kelemahan mereka, di hadapan Allah
mereka memanjatkan syukur dengan rendah diri atas setiap nikmat yang diterima.
Bukan hanya kekayaan dan harta benda yang disyukuri oleh orang-orang yang
beriman. Karena orang-orang yang beriman mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik
segala sesuatu, mereka juga bersyukur atas kesehatan, keindahan, ilmu, hikmah,
kepahaman, wawasan, dan kekuatan yang dikaruniakan kepada mereka, dan mereka
mencintai keimanan dan membenci kekufuran. Mereka bersyukur karena telah
dibimbing dalam kebenaran dan dimasukkan dalam golongan orang-orang beriman.
Pemandangan yang indah, urusan yang mudah, keinginan yang tercapai,
berita-berita yang menggembirakan, perbuatan yang terpuji, dan nikmat-nikmat
lainnya, semua ini menjadikan orang-orang beriman berpaling kepada Allah,
bersyukur kepada-Nya yang telah menunjukkan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Sebagai balasan atas
kesyukurannya, sebuah pahala menunggu orang-orang yang beriman. Ini merupakan
rahasia lain yang dinyatakan dalam al-Qur'an; Allah menambah nikmat-Nya kepada
orang-orang yang bersyukur. Misalnya, bahkan Allah memberikan kesehatan dan
kekuatan yang lebih banyak lagi kepada orang-orang yang bersyukur kepada Allah
atas kesehatan dan kekuatan yang mereka miliki. Bahkan Allah mengaruniakan ilmu
dan kekayaan yang lebih banyak kepada orang-orang yang mensyukuri ilmu dan
kekayaan tersebut. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang
merasa puas dengan apa yang diberikan Allah dan mereka ridha dengan karunia
tersebut, dan mereka menjadikan Allah sebagai pelindung mereka. Allah
menceritakan rahasia ini dalam al-Qur'an sebagai berikut:
"Dan ketika
Tuhanmu memaklumkan: 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'." (Q.s. Ibrahim: 7)
Mensyukuri nikmat juga
menunjukkan tanda kedekatan dan kecintaan seseorang kepada Allah. Orang-orang
yang bersyukur memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat keindahan dan
kenikmatan yang dikaruniakan Allah. Rasulullah saw. juga menyebutkan masalah
ini, beliau saw. bersabda:
"Jika Allah
memberikan harta kepadamu, maka akan tampak kegembiraan pada dirimu dengan
nikmat dan karunia Allah itu.1
Dalam pada itu, seorang kafir atau orang yang
tidak mensyukuri nikmat hanya akan melihat cacat dan kekurangan, bahkan pada
lingkungan yang sangat indah, sehingga ia akan merasa tidak berbahagia dan
tidak puas, maka Allah menjadikan orang-orang seperti ini hanya menjumpai
berbagai peristiwa dan pemandangan yang tidak menyenangkan. Akan tetapi Allah menampakkan lebih banyak
nikmat dan karunia-Nya kepada orang-orang yang ikhlas dan memiliki hati nurani.
Bahwa Allah menambah
kenikmatan kepada orang-orang yang bersyukur, ini juga merupakan salah satu
rahasia dari al-Qur'an. Bagaimanapun harus kita camkan dalam hati bahwa
keikhlasan merupakan prasyarat agar dapat mensyukuri nikmat. Jika seseorang
menunjukkan rasa syukurnya tanpa berpaling dengan ikhlas kepada Allah dan tanpa
menghayati rahmat dan kasih sayang Allah yang tiada batas, tetapi rasa
syukurnya itu hanya untuk menarik perhatian orang, tentu saja ini merupakan
ketidakikhlasan yang parah. Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati dan
mengetahui ketidakikhlasannya tersebut. Orang-orang yang memiliki niat yang
tidak ikhlas bisa saja menyembunyikan apa yang tersimpan dalam hati dari orang
lain. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah. Orang-orang seperti
itu bisa saja mensyukuri nikmat ketika tidak menghadapi penderitaan. Tetapi
pada saat-saat berada dalam kesulitan, mungkin mereka akan mengingkari nikmat.
Perlu diperhatikan,
bahwa orang-orang mukmin sejati tetap bersyukur kepada Allah sekalipun mereka
berada dalam keadaan yang sangat sulit. Seseorang yang melihat dari luar
mungkin melihat berkurangnya nikmat pada diri orang-orang yang beriman.
Padahal, orang-orang beriman yang mampu melihat sisi-sisi kebaikan dalam setiap
peristiwa dan keadaan juga mampu melihat kebaikan dalam penderitaan tersebut.
Misalnya, Allah menyatakan bahwa Dia akan menguji manusia dengan rasa takut,
lapar, kehilangan harta dan jiwa. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang
beriman tetap bergembira dan merasa bersyukur, mereka berharap bahwa Allah akan
memberi pahala kepada mereka berupa surga sebagai pahala atas sikap mereka yang
tetap istiqamah dalam menghadapi ujian tersebut. Mereka mengetahui bahwa Allah
tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kekuatannya. Sikap
istiqamah dan tawakal yang mereka jalani dalam menghadapi penderitaan tersebut
akan membuahkan sifat sabar dan syukur dalam diri mereka. Dengan demikian,
ciri-ciri orang yang beriman adalah tetap menunjukkan ketaatan dan bertawakal
kepada-Nya, dan Allah berjanji akan menambah nikmat kepada hamba-hamba-Nya yang
mensyukuri nikmat-Nya, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
RAHASIA BERSERAH
DIRI DAN BERTAWAKAL KEPADA ALLAH
Berserah diri kepada
Allah merupakan ciri khusus yang dimiliki orang-orang mukmin, yang memiliki
keimanan yang mendalam, yang mampu melihat kekuasaan Allah, dan yang dekat
dengan-Nya. Terdapat rahasia penting dan kenikmatan jika kita berserah diri
kepada Allah. Berserah diri kepada Allah maknanya adalah menyandarkan dirinya
dan takdirnya dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Allah telah menciptakan
semua makhluk, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa -
masing-masing dengan tujuannya sendiri-sendiri dan takdirnya sendiri-sendiri.
Matahari, bulan, lautan, danau, pohon, bunga, seekor semut kecil, sehelai daun
yang jatuh, debu yang ada di bangku, batu yang menyebabkan kita tersandung,
baju yang kita beli sepuluh tahun yang lalu, buah persik di lemari es, ibu
anda, teman kepala sekolah anda, diri anda - pendek kata segala sesuatunya,
takdirnya telah ditetapkan oleh Allah jutaan tahun yang lalu. Takdir segala
sesuatu telah tersimpan dalam sebuah kitab yang dalam al-Qur'an disebut sebagai
'Lauhul-Mahfuzh'. Saat kematian, saat jatuhnya sebuah daun, saat buah persik
dalam peti es membusuk, dan batu yang menyebabkan kita tersandung - pendek kata
semua peristiwa, yang remeh maupun yang penting - semuanya tersimpan dalam
kitab ini.
Orang-orang
yang beriman meyakini takdir ini dan mereka mengetahui bahwa takdir yang
diciptakan oleh Allah adalah yang terbaik bagi mereka. Itulah sebabnya setiap
detik dalam kehidupan mereka, mereka selalu berserah diri kepada Allah. Dengan
kata lain, mereka mengetahui bahwa Allah menciptakan semua peristiwa ini sesuai
dengan tujuan ilahiyah, dan terdapat kebaikan dalam apa saja yang diciptakan
oleh Allah. Misalnya, terserang penyakit yang berbahaya, menghadapi musuh yang
kejam, menghadapi tuduhan palsu padahal ia tidak bersalah, atau menghadapi
peristiwa yang sangat mengerikan, semua ini tidak mengubah keimanan orang yang
beriman, juga tidak menimbulkan rasa takut dalam hati mereka. Mereka menyambut
dengan rela apa saja yang telah diciptakan Allah untuk mereka. Orang-orang
beriman menghadapi dengan kegembiraan keadaan apa saja, keadaan yang pada
umumnya bagi orang-orang kafir menyebabkan perasaan ngeri dan putus asa. Hal
itu karena rencana yang paling mengerikan sekalipun, sesungguhnya telah
direncanakan oleh Allah untuk menguji mereka. Orang-orang yang menghadapi
semuanya ini dengan sabar dan bertawakal kepada Allah atas takdir yang telah
Dia ciptakan, mereka akan dicintai dan diridhai Allah. Mereka akan memperoleh
surga yang kekal abadi. Itulah sebabnya orang-orang yang beriman memperoleh
kenikmatan, ketenangan, dan kegembiraan dalam kehidupan mereka karena
bertawakal kepada Tuhan mereka. Inilah nikmat dan rahasia yang dijelaskan oleh
Allah kepada orang-orang yang beriman. Allah menjelaskan dalam al-Qur'an bahwa
Dia mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Q.s. Ali 'Imran: 159) Rasulullah saw. juga menyatakan hal ini,
beliau bersabda:
"Tidaklah beriman
seorang hamba Allah hingga ia percaya kepada takdir yang baik dan buruk, dan
mengetahui bahwa ia tidak dapat menolak apa saja yang menimpanya (baik dan
buruk), dan ia tidak dapat terkena apa saja yang dijauhkan darinya (baik dan
buruk)."1
Masalah lainnya yang
disebutkan dalam al-Qur'an tentang bertawakal kepada Allah adalah tentang
"melakukan tindakan". Al-Qur'an memberitahukan kita tentang berbagai
tindakan yang dapat dilakukan orang-orang yang beriman dalam berbagai keadaan.
Dalam ayat-ayat lainnya, Allah juga menjelaskan rahasia bahwa tindakan-tindakan
tersebut yang diterima sebagai ibadah kepada Allah, tidak dapat mengubah
takdir. Nabi Ya'qub a.s. menasihati putranya agar melakukan beberapa tindakan
ketika memasuki kota, tetapi setelah itu beliau diingatkan agar bertawakal
kepada Allah. Inilah ayat yang membicarakan masalah tersebut:
"Dan Ya'qub
berkata, 'Hai anak-anakku, janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan
masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlainan, namun demikian aku tidak
dapat melepaskan kamu barang sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan
menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan
hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri'."
(Q.s. Yusuf: 67).
Sebagaimana dapat dilihat
pada ucapan Nabi Ya'qub, orang-orang yang beriman tentu saja juga mengambil
tindakan berjaga-jaga, tetapi mereka mengetahui bahwa mereka tidak dapat
mengubah takdir Allah yang dikehendaki untuk mereka. Misalnya, seseorang harus
mengikuti aturan lalu lintas dan tidak mengemudi dengan sembarangan. Ini
merupakan tindakan yang penting dan merupakan sebuah bentuk ibadah demi
keselamatan diri sendiri dan orang lain. Namun, jika Allah menghendaki bahwa
orang itu meninggal karena kecelakaan mobil, maka tidak ada tindakan yang dapat
dilakukan untuk mencegah kematiannya. Terkadang tindakan pencegahan atau suatu
perbuatan tampaknya dapat menghindari orang itu dari kematian. Atau mungkin
seseorang dapat melakukan keputusan penting yang dapat mengubah jalan hidupnya,
atau seseorang dapat sembuh dari penyakitnya yang mematikan dengan menunjukkan
kekuatannya dan daya tahannya. Namun, semua peristiwa ini terjadi karena Allah
telah menetapkan yang demikian itu. Sebagian orang salah menafsirkan
peristiwa-peristiwa seperti itu sebagai "mengatasi takdir seseorang"
atau "mengubah takdir seseorang". Tetapi, tak seorang pun, bahkan
orang yang sangat kuat sekalipun di dunia ini yang dapat mengubah apa yang
telah ditetapkan oleh Allah. Tak seorang manusia pun yang memiliki kekuatan
seperti itu. Sebaliknya, setiap makhluk sangat lemah dibandingkan dengan
ketetapan Allah. Adanya fakta bahwa sebagian orang tidak menerima kenyataan ini
tetap tidak mengubah kebenaran. Sesungguhnya, orang yang menolak takdir juga
telah ditetapkan demikian. Karena itulah orang-orang yang menghindari kematian
atau penyakit, atau mengubah jalannya kehidupan, mereka mengalami peristiwa
seperti ini karena Allah telah menetapkannya. Allah menceritakan hal ini dalam
al-Qur'an sebagai berikut:
"Tidak ada
suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. Supaya kamu
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.s. al-Hadid:
22-3).
Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat di atas, peristiwa apa pun yang terjadi telah ditetapkan sebelumnya
dan tertulis dalam Lauh Mahfuzh. Untuk itulah Allah menyatakan kepada manusia
supaya tidak berduka cita terhadap apa yang luput darinya. Misalnya, seseorang
yang kehilangan semua harta bendanya dalam sebuah kebakaran atau mengalami
kerugian dalam perdagangannya, semua ini memang sudah ditetapkan. Dengan
demikian mustahil baginya untuk menghindari atau mencegah kejadian tersebut.
Jadi tidak ada gunanya jika merasa berduka cita atas kehilangan tersebut. Allah
menguji hamba-hamba-Nya dengan berbagai kejadian yang telah ditetapkan untuk
mereka. Orang-orang yang bertawakal kepada Allah ketika mereka menghadapi
peristiwa seperti itu, Allah akan ridha dan cinta kepadanya. Sebaliknya,
orang-orang yang tidak bertawakal kepada Allah akan selalu mengalami kesulitan,
keresahan, ketidakbahagiaan dalam kehidupan mereka di dunia ini, dan akan
memperoleh azab yang kekal abadi di akhirat kelak. Dengan demikian sangat jelas
bahwa bertawakal kepada Allah akan membuahkan keberuntungan dan ketenangan di
dunia dan di akhirat. Dengan menyingkap rahasia-rahasia ini kepada orang-orang
yang beriman, Allah membebaskan mereka dari berbagai kesulitan dan menjadikan
ujian dalam kehidupan di dunia ini mudah bagi mereka.
TERDAPAT KEBAIKAN
DALAM SETIAP PERISTIWA
Allah memberitahukan
kita bahwa dalam setiap peristiwa yang Dia ciptakan terdapat kebaikan di
dalamnya. Ini merupakan rahasia lain yang menjadikan mudah bagi orang-orang
yang beriman untuk bertawakal kepada Allah. Allah menyatakan, bahkan dalam peristiwa-peristiwa
yang tampaknya tidak menyenangkan terdapat kebaikan di dalamnya:
"Mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak." (Q.s. an-Nisa': 19).
"Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu
tidak mengetahui." (Q.s. al-Baqarah: 216).
Dengan memahami rahasia
ini, orang-orang yang beriman menjumpai kebaikan dan keindahan dalam setiap
peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang sulit tidak membuat mereka merasa gentar
dan khawatir. Mereka tetap tenang ketika menghadapi penderitaan yang ringan
maupun berat. Orang-orang Muslim yang ikhlas bahkan melihat kebaikan dan hikmah
Ilahi ketika mereka kehilangan seluruh harta benda mereka. Mereka tetap
bersyukur kepada Allah yang telah mengkaruniakan kehidupan. Mereka yakin bahwa
dengan kehilangan harta tersebut Allah sedang melindungi mereka dari perbuatan
maksiat atau agar hatinya tidak terpaut dengan harta benda. Untuk itu, mereka
bersyukur dengan sedalam-dalamnya kepada Allah karena kerugian di dunia tidak
ada apa-apanya dibandingkan dengan kerugian di akhirat. Kerugian di akhirat
artinya azab yang kekal abadi dan sangat pedih. Orang-orang yang tetap sibuk mengingat
akhirat melihat setiap peristiwa sebagai kebaikan dan keindahan untuk menuju
kehidupan akhirat. Orang-orang yang bersabar dengan penderitaan yang dialaminya
akan menyadari bahwa dirinya sangat lemah di hadapan Allah, dan akan menyadari
betapa mereka sangat memerlukan Dia. Mereka akan berpaling kepada Allah dengan
lebih berendah diri dalam doa-doa mereka, dan dzikir mereka akan semakin
mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Tentu saja hal ini sangat bermanfaat bagi
kehidupan akhirat seseorang. Dengan bertawakal sepenuhnya kepada Allah dan
dengan menunjukkan kesabaran, mereka akan memperoleh ridha Allah dan akan
memperoleh pahala berupa kebahagiaan abadi.
Manusia harus mencari
kebaikan dan keindahan tidak saja dalam penderitaan, tetapi juga dalam
peristiwa sehari-hari. Misalnya, masakan yang dimasak dengan susah payah
ternyata hangus, dengan kehendak Allah, mungkin akan bermanfaat menjauhkan dari
madharat kelak di kemudian hari. Seseorang mungkin tidak diterima dalam ujian
masuk perguruan tinggi untuk menggapai harapannya pada masa depan.
Bagaimanapun, hendaknya ia mengetahui bahwa terdapat kebaikan dalam
kegagalannya ini. Demikian pula hendaknya ia dapat berpikir bahwa barangkali
Allah menghendaki dirinya agar terhindar dari situasi yang sulit, sehingga ia tetap
merasa senang dengan kejadian itu. Dengan berpikir bahwa Allah telah
menempatkan berbagai rahmat dalam setiap peristiwa, baik yang terlihat maupun
yang tidak, orang-orang yang beriman melihat keindahan dalam bertawakal
mengharapkan bimbingan Allah.
Seseorang mungkin tidak
selalu melihat kebaikan dan hikmah Ilahi di balik setiap peristiwa. Sekalipun
demikian ia mengetahui dengan pasti bahwa terdapat kebaikan dalam setiap
peristiwa. Ia memanjatkan doa kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya kebaikan dan
hikmah Ilahi di balik segala sesuatu yang terjadi.
Orang-orang yang
menyadari bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah memiliki tujuan tidak
pernah mengucapkan kata-kata, "Seandainya saya tidak
melakukan…" atau "Seandainya saya tidak berkata …," dan
sebagainya. Kesalahan, kekurangan, atau peristiwa-peristiwa yang kelihatannya
tidak menguntungkan, pada hakikatnya di dalamnya terdapat rahmat dan
masing-masing merupakan ujian. Allah memberikan pelajaran penting dan
mengingatkan manusia tentang tujuan penciptaan pada setiap orang. Bagi
orang-orang yang dapat melihat dengan hati nuraninya, tidak ada kesalahan atau
penderitaan, yang ada adalah pelajaran, peringatan, dan hikmah dari Allah.
Misalnya, seorang Muslim yang tokonya terbakar akan melakukan mawas diri,
bahkan keimanannya menjadi lebih ikhlas dan lebih lurus, ia menganggap
peristiwa itu sebagai peringatan dari Allah agar tidak terlalu sibuk dan
terpikat dengan harta dunia.
Hasilnya, apa pun yang
dihadapinya dalam kehidupannya, penderitaan itu pada akhirnya akan berakhir
sama sekali. Seseorang yang mengenang penderitaannya akan merasa takjub bahwa
penderitaan itu tidak lebih dari sekadar kenangan dalam pikiran, bagaikan orang
yang mengingat kembali adegan dalam film. Oleh karena itu, akan datang suatu saat
ketika pengalaman yang sangat pedih akan tinggal menjadi kenangan, bagaikan
bayangan adegan dalam film. Hanya ada satu yang masih ada: bagaimanakah sikap
seseorang ketika menghadapi kesulitan, dan apakah Allah ridha kepadanya atau
tidak. Seseorang tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang telah ia
alami, tetapi yang dimintai tanggung jawab adalah sikapnya, pikirannya, dan
keikhlasannya terhadap apa yang ia alami. Dengan demikian, berusaha untuk
melihat kebaikan dan hikmah Ilahi terhadap apa yang diciptakan Allah dalam
situasi yang dihadapi seseorang, dan bersikap positif akan mendatangkan
kebahagiaan bagi orang-orang beriman, baik di dunia maupun di akhirat. Tidak
duka cita dan ketakutan yang menghinggapi orang-orang yang beriman yang
memahami rahasia ini. Demikian pula, tidak ada manusia dan tidak ada peristiwa
yang menjadikan rasa takut atau menderita di dunia ini dan di akhirat kelak.
Allah menjelaskan rahasia ini dalam al-Qur'an sebagai berikut:
"Kami
berfirman, 'Turunlah kamu dari surga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku
kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada
kekhawatiran atas mereka, dan mereka tidak bersedih hati'." (Q.s.
al-Baqarah: 38).
"Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu
adalah kemenangan yang besar." (Q.s. Yunus: 62-4).
WAJAH ORANG-ORANG BERIMAN BERCAHAYA, DAN
WAJAH ORANG-ORANG KAFIR DILIPUTI KEHINAAN
Salah satu rahasia yang
diungkapkan Allah dalam al-Qur'an adalah bahwa keimanan dan kekufuran tercermin
di wajah dan kulit manusia. Di beberapa ayat, Allah memberitahukan bahwa
terdapat cahaya di wajah orang-orang beriman, sedangkan wajah orang-orang kafir
diliputi kehinaan:
"Dan
kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina,
mereka melihat dengan pandangan yang lesu …" (Q.s. asy-Syura: 45).
"Bagi
orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan ada tambahannya. Dan
muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak pula kehinaan. Mereka itulah
penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan
kejahatan memperoleh balasan yang setimpal dan mereka diliputi kehinaan. Tidak
ada bagi mereka seorang pelindung pun dari azab Allah, seakan-akan muka mereka
ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya." (Q.s. Yunus: 26-7).
Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat-ayat tersebut, wajah orang-orang kafir diliputi oleh kehinaan.
Sebaliknya, wajah orang-orang beriman bercahaya. Allah menyatakan bahwa mereka
dikenal karena adanya bekas sujud pada wajah mereka:
"Muhammad itu
adalah Utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka
ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka
tampak pada muka mereka dari bekas sujud…" (Q.s. al-Fath: 29).
Dalam ayat-ayat
lainnya, Allah memberitahukan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang yang
berdosa dikenali dari wajah mereka:
"Orang-orang
yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki
mereka." (Q.s. ar-Rahman: 41).
"Dan
kalau kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu
benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar
akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka, dan Allah mengetahui
perbuatan-perbuatan kamu." (Q.s. Muhammad: 30).
Keajaiban dan rahasia
penting yang diungkapkan dalam al-Qur'an adalah adanya perubahan fisik yang
terjadi pada wajah seseorang. Hal itu tergantung pada keimanan dan dosa
seseorang. Keadaan ruhani menghasilkan pengaruh fisik pada tubuh, sekalipun
bentuknya tetap sama, namun ekspresi wajah dapat berubah, yakni wajahnya
diliputi kegelapan atau cahaya. Jika Allah menghendaki, orang yang beriman
dapat melihat keajaiban ini yang ditunjukkan kepada orang-orang.
RAHASIA MENGAPA
ALLAH MENGHAPUS PERBUATAN BURUK
Orang-orang beriman
bercita-cita memperoleh keridhaan, kasih sayang, dan surga Allah. Namun,
manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan lupa sehingga manusia melakukan
banyak kesalahan dan memiliki banyak kelemahan. Allah Yang Maha Mengetahui
keadaan hamba-hamba-Nya dan Maha Pengasih dan Penyayang memberitahukan kita
bahwa Dia akan menghapus perbuatan buruk dari hamba-Nya yang ikhlas dan akan
memberikan kepada mereka pemeriksaan yang mudah:
"Adapun orang
yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan
pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya dengan
gembira." (Q.s. al-Insyiqaq: 7-9).
Tentu saja Allah tidak
mengubah perbuatan buruk setiap orang menjadi kebaikan. Adapun sifat
orang-orang beriman yang perbuatan buruknya dihapus Allah dan diampuni-Nya
diberitahukan dalam al-Qur'an.
" Orang-orang yang Menjauhi Dosa-dosa Besar
Dalam sebuah ayat Allah
menyatakan:
"Jika kamu
menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami masukkan kamu ke tempat yang
mulia." (Q.s. an-Nisa': 31).
Orang-orang yang
beriman yang mengetahui fakta ini berbuat dengan sangat hati-hati dengan
memperhatikan batas-batas yang ditetapkan Allah, dan mereka menghindari hal-hal
yang dilarang. Jika mereka melakukan kesalahan karena kealpaannya, mereka
segera berpaling kepada Allah, bertobat, dan memohon ampunan.
Allah memberitahukan
kita dalam al-Qur'an tentang hamba-hamba-Nya yang tobatnya akan diterima. Dalam
hal ini, jika kita mengetahui perintah Allah, namun dengan sengaja kita
melakukan dosa dan berkata, "Tidak apa-apa, apa pun yang terjadi saya akan
diampuni." Perkataan ini benar-benar menunjukkan cara berpikir yang salah,
karena Allah mengampuni perbuatan dosa hamba-hamba-Nya yang dilakukan karena
kealpaan dan ia segera bertobat dan tidak berniat mengulanginya lagi:
"Sesungguhnya
tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan
lantaran ketidaktahuan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka
mereka itulah yang diterima tobatnya oleh Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara
mereka, ia mengatakan, 'Sesungguhnya saya bertobat sekarang.' Dan tidak pula
orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu
telah Kami sediakan siksa yang pedih." (Q.s. an-Nisa': 17-8).
Sebagaimana disebutkan
dalam ayat di atas, menjauhi perbuatan dosa dengan sungguh-sungguh sangatlah
penting jika seseorang ingin perbuatan-perbuatan buruknya dihapuskan, dan jika
tidak menginginkan penyesalan pada hari pengadilan kelak. Dalam pada itu,
seorang beriman yang melakukan suatu dosa, hendaknya secepatnya memohon ampun
kepada Allah.
" Orang-orang yang Sibuk Mengerjakan Amal
Saleh
Dalam ayat lainnya,
Allah menyatakan bahwa Dia akan menutupi perbuatan buruk orang-orang yang
beramal saleh. Sebagian dari ayat-ayat yang membicarakan masalah ini adalah
sebagai berikut:
"Pada hari
ketika Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari
ditampakkannya kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan mengerjakan amal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya
dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar."
(Q.s. at-Taghabun: 9).
"Kecuali
orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh, maka mereka itu
kejahatan mereka diganti dengan Allah dengan kebajikan. Dan Allah itu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.s. al-Furqan: 70).
Setiap perbuatan dan semua
tindakan yang dilakukan untuk mencari karunia Allah adalah "amal
saleh". Misalnya, perbuatan seperti menyampaikan perintah agama Allah
kepada manusia, memperingatkan seseorang yang tidak mau bertawakal kepada Allah
atas takdirnya, menjauhi seseorang dari menggunjing, memelihara rumah dan badan
agar tetap bersih, memperluas wawasan dengan membaca dan belajar, berbicara
dengan sopan, mengingatkan orang tentang akhirat, merawat orang sakit,
menunjukkan perasaan cinta dan kasih sayang kepada yang lebih tua, mencari
nafkah dengan cara yang halal sehingga hasilnya dapat digunakan untuk
kemanfaatan orang lain, mencegah kejahatan dengan kebaikan dan kesabaran, semua
itu merupakan amal saleh jika dilakukan untuk mencari keridhaan Allah.
Orang-orang yang menginginkan agar kesalahannya diampuni dan diganti dengan
kebaikan di akhirat, hendaknya selalu melakukan perbuatan yang sangat diridhai
Allah. Untuk tujuan itu, hendaknya kita selalu ingat perhitungan pada Hari
Pengadilan. Tentunya menjadi jelas bagaimanakah seseorang seharusnya berbuat,
misalnya jika ia diletakkan di depan api neraka, kemudian kepadanya
diperlihatkan perbuatan-perbuatan buruknya yang telah ia kerjakan semasa
hidupnya, kemudian diingatkan bahwa ia seharusnya berbuat benar agar diampuni.
Seseorang yang melihat api neraka, yang mendengar keputusasaan, penyesalan, dan
keluh kesah para penghuni neraka yang mengalami siksaan yang pedih, dan yang
menyaksikan siksa neraka dengan matanya, tentu saja akan melakukan perbuatan
yang sangat diridhai Allah dan akan berusaha dengan sekuat tenaganya. Orang ini
akan mengerjakan shalat tepat pada waktunya, melakukan amal saleh, tidak akan
pernah lalai, tidak pernah berani melakukan perbuatan yang kurang diridhai
Allah, jika ia mengetahui bahwa ada perbuatan lainnya yang lebih diridhai-Nya.
Karena neraka yang ada di sisinya akan selalu mengingatkannya tentang kehidupan
yang kekal abadi dan siksaan Allah. Ia akan segera melakukan apa yang
diperintahkan oleh hati nuraninya. Ia akan berhati-hati dalam menjaga shalatnya.
Sehingga, dalam kehidupan di dunia ini, perbuatan buruk bagi orang-orang yang
melakukan amal saleh, takut kepada Allah dan hari pengadilan, bagaikan orang
yang melihat neraka lalu dikembalikan ke dunia, atau bagaikan mereka selalu
melihat api neraka di sisinya sehingga ia segera melakukan kebaikan.
Orang-orang yang beriman ini merasa yakin tentang akhirat dan mereka sangat
takut dengan azab Allah dan berusaha menjauhinya.
TUJUAN
MEMBELANJAKAN HARTA DI JALAN ALLAH
Salah satu amal ibadah
yang terpenting yang dapat membersihkan kotoran kebendaan dan keruhanian, dan
sebagai latihan bagi ruhani sehingga seseorang dapat mencapai derajat akhlak
yang tinggi sehingga Allah akan ridha kepadanya adalah membelanjakan harta di
jalan Allah. Allah telah berfirman kepada Nabi saw. agar mengambil zakat dari
harta benda orang-orang beriman untuk membersihkan dan menyucikan harta
tersebut.
"Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
menyucikan mereka." (Q.s. at-Taubah: 103).
Meskipun demikian,
perbuatan membelanjakan harta yang dapat membersihkan dan menyucikan
orang-orang adalah jika dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah disebutkan
dalam al-Qur'an. Orang-orang beranggapan bahwa mereka telah menunaikan tugas
mereka ketika mereka memberikan sejumlah uang yang sangat sedikit yang
diberikan kepada pengemis, memberikan pakaian bekas kepada orang miskin, atau
memberi makan kepada orang yang lapar. Tidak diragukan lagi bahwa
perbuatan-perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang akan memperoleh pahala
dari Allah jika niatnya untuk mencari ridha Allah. Namun sesungguhnya ada
batas-batas yang telah ditentukan dalam al-Qur'an. Misalnya, Allah
memerintahkan manusia agar menginfakkan apa saja yang melebihi keperluannya:
"Mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, 'Yang lebih dari
keperluan.' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu
berpikir." (Q.s. al-Baqarah: 219).
Manusia hanya
memerlukan sedikit saja untuk memenuhi keperluan hidupnya di dunia. Harta benda
yang di luar keperluan seseorang adalah harta yang berlebih. Yang terpenting
bukan jumlah yang diberikan, tetapi apakah ia memberikannya dengan ikhlas atau
tidak. Allah mengetahui segala sesuatu dan Dia telah memberi hati nurani kepada
manusia untuk menetapkan hal-hal yang sesungguhnya tidak diperlukan.
Menginfakkan harta benda merupakan bentuk ibadah yang mudah bagi orang-orang
yang tidak dihinggapi ketamakan terhadap dunia dan yang tidak mengejar dunia,
tetapi merindukan akhirat. Allah telah memerintahkan kita untuk menginfakkan
sebagian dari harta kita untuk menjauhkan cinta dunia. Menginfakkan harta benda
merupakan sarana untuk membersihkan diri dari sifat tamak. Tidak diragukan lagi
bahwa bentuk ibadah ini sangat penting bagi orang-orang yang beriman dalam
kaitannya dengan perhitungan di akhirat. Rasulullah saw. juga bersabda bahwa
orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan dirahmati Allah:
"Dua manusia akan
dirahmati: Yang pertama adalah orang yang diberi oleh Allah al-Qur'an dan ia
hidup berdasarkan al-Qur'an itu. Ia menganggap halal apa saja yang dihalalkan,
dan menganggap haram apa saja yang diharamkan. Yang lain adalah orang yang
diberi harta oleh Allah, dan harta itu dibelanjakannya kepada sanak keluarga
dan dibelanjakan di jalan Allah.
" Manusia Harus Memberikan Apa yang Ia Cintai
kepada Orang Miskin
Orang sering kali
cenderung memberikan sesuatu jika sesuatu yang diberikan itu tidak merugikan
kepentingannya. Misalnya, ketika seseorang memberikan harta bendanya kepada
orang miskin, sering kali ia memberikan sesuatu yang tidak lagi diperlukannya
dan tidak disukainya, sudah ketinggalan mode, atau tidak layak pakai. Tampaknya
orang merasa berat untuk memberikan harta benda yang dicintainya, padahal
sesungguhnya kedermawanan seperti ini sangat penting untuk membersihkan diri
dan agar mencintai amal kebajikan. Ini merupakan rahasia penting yang
diungkapkan Allah kepada umat manusia. Allah telah menyatakan bahwa tidak ada
cara lain untuk mencapai kebajikan bagi manusia kecuali melalui:
"Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian
dari harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya." (Q.s. Ali Imran: 92).
"Hai orang-orang
yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Q.s. al-Baqarah: 267).
" Membelanjakan Harta di Jalan Allah sebagai
Sarana Agar Dekat Dengan-Nya
Bagi orang yang
beriman, tidak ada sesuatu pun yang lebih dirindukan daripada memperoleh
keridhaan Allah dan dicintai oleh-Nya. Orang yang beriman berusaha mencari
asbab untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam hidupnya. Tentang hal ini,
Allah menyatakan sebagai berikut:
"Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan carilah jalan yang mendekatkan
diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan." (Q.s. al-Ma'idah: 35).
Sebagai sebuah rahasia
dan berita gembira bagi orang-orang beriman, Allah mengungkapkan dalam
al-Qur'an bahwa apa yang dibelanjakan akan menjadi asbab untuk mencapai
kedekatan dengan-Nya. Dengan demikian bagi orang yang beriman, memberikan apa
yang ia cintai dan yang melebihi keperluannya kepada orang-orang miskin
tidaklah sulit, tetapi merupakan kesempatan berharga untuk membuktikan bahwa ia
adalah orang yang taat dan cinta kepada Allah. Tentang hal ini Allah menyatakan
sebagai berikut:
"Dan diantara
orang-orang Arab Badui ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, dan
memandang apa yang dinafkahkannya itu sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah
dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah
itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri. Kelak Allah akan
memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang." (Q.s. at-Taubah: 99).
" Apa Saja yang Dinafkahkan di Jalan Allah
akan Memperoleh Balasan yang Baik
Rahasia lain yang
diungkapkan tentang membelanjakan harta seseorang di jalan Allah menurut
al-Qur'an adalah, bahwa apa saja yang dinafkahkannya itu pasti akan memperoleh
balasan. Ini merupakan janji Allah. Orang-orang yang menafkahkan harta mereka
di jalan Allah tanpa takut akan menjadi miskin, akan memperoleh rahmat yang
menakjubkan dalam kehidupan mereka. Apa saja yang dibelanjakan di jalan Allah akan
diganjar sepenuhnya. Sebagian ayat yang menceritakan janji tersebut adalah
sebagai berikut:
"Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allahlah yang
memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang
kamu nafkahkan, maka pahalanya itu untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu
membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan
cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya." (Q.s. al-Baqarah:
272).
"Apa
saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya." (Q.s. al-Anfal: 60).
"Katakanlah,
'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya
diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.' Dan barang apa saja yang kamu
nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah Pemberi rezeki yang
sebaik-baiknya." (Q.s. Saba': 39).
Orang-orang yang
beriman hanya mengharapkan keridhaan Allah dan surga ketika mereka memberikan
harta mereka; tetapi sebagai rahasia yang diungkapkan oleh Allah, apa saja yang
mereka nafkahkan akan dikembalikan lagi kepada mereka. Pengembalian ini
merupakan rahmat di dunia, dan di atas segalanya, Allah menyediakan surga bagi
orang-orang yang beriman. Dalam pada itu, berkebalikan dengan orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, Allah akan mengurangi rezeki orang-orang
yang bakhil dalam menafkahkan kekayaan mereka, atau orang yang suka mengumpulkan
kekayaan yang lebih banyak dan mengabaikan batasan-batasan Allah. Salah satu
ayat yang berkaitan dengan masalah ini menceritakan tentang keadaan orang-orang
yang memakan riba:
"Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Q.s. al-Baqarah:
276).
Allah memberitahukan
tentang keberuntungan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang memberikan
harta mereka sebagai berikut:
"Perumpamaan
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji.
Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah
Mahaluas lagi Maha Mengetahui." (Q.s. al-Baqarah: 261).
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakitinya, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan
orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu
ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatu
pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang kafir.
"Dan
perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan
Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di
dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan
buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan
gerimis. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat." (Q.s. al-Baqarah:
265).
Dalam setiap ayat
tersebut terdapat rahasia yang diungkapkan Allah kepada orang-orang yang
beriman dalam al-Qur'an. Orang-orang yang beriman memberikan harta benda mereka
hanya untuk mencari keridhaan dan rahmat Allah dan surga-Nya. Namun, menyadari
tentang rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur'an, mereka juga
mengharapkan rahmat dan karunia Allah. Semakin banyak mereka memberikan
hartanya di jalan Allah, dan semakin mereka memperhatikan apa yang diharamkan
dan yang dihalalkan, Allah akan semakin menambah kekayaan mereka, tugas-tugas
mereka dijadikan mudah, dan Allah memberikan kesempatan yang semakin banyak
untuk menafkahkan hartanya di jalan Allah. Setiap orang beriman yang bertakwa
kepada Allah dan dalam hatinya tidak ada kekhawatiran terhadap masa depan, ia
akan memahami rahasia ini dalam kehidupannya.
PENGARUH PERBUATAN
BAIK DAN UCAPAN YANG BAIK
Manusia senantiasa
mencari lingkungan yang tenang tempat mereka dapat hidup dengan aman, gembira,
dan membina persahabatan. Meskipun mereka merindukan keadaan yang demikian itu,
mereka tidak pernah melakukan usaha untuk menyuburkan nilai-nilai tersebut,
tetapi sebaliknya, mereka sendirilah yang menjadi penyebab terjadinya konflik
dan kesengsaraan. Sering kali orang mengharapkan agar orang lain memberikan
ketenangan, kedamaian, dan bersikap bersahabat. Hal ini berlaku dalam hubungan
keluarga, hubungan antarpegawai di perusahaan, hubungan kemasyarakatan, maupun
persoalan internasional. Namun, untuk membina persahabatan dan menciptakan
kedamaian dan keamanan dibutuhkan sikap mau mengorbankan diri. Konflik dan
keresahan tidak dapat dihindari jika orang-orang hanya bersikukuh pada ucapannya,
jika mereka hanya mementingkan kesenangannya sendiri tanpa bersedia melakukan
kompromi atau pengorbanan. Bagaimanapun, orang-orang yang beriman dan bertakwa
kepada Allah tidak bersikap seperti itu. Orang-orang yang beriman tidak
mementingkan diri sendiri, suka memaafkan, dan sabar. Bahkan ketika mereka
dizalimi, mereka bersedia mengabaikan hak-hak mereka. Mereka menganggap bahwa
kedamaian, keamanan, dan kebahagiaan orang lain lebih penting dibandingkan
dengan kepentingan pribadi mereka, dan mereka menunjukkan sikap yang santun.
Ini merupakan sifat mulia yang diperintahkan Allah kepada orang-orang beriman:
"Dan tidaklah
sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih
baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan
seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu
tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang
besar." (Q.s. Fushshilat: 34-5).
"Ajaklah
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.s. an-Nahl: 125).
Sebagaimana dinyatakan
dalam ayat tersebut, sebagai balasan atas perbuatan baiknya bagi orang-orang
yang beriman, Allah mengubah musuh mereka menjadi "teman yang setia".
Ini merupakan salah satu rahasia Allah. Bagaimanapun juga, hati manusia berada
di tangan Allah. Dia mengubah hati dan pikiran siapa saja yang Dia kehendaki.
Dalam ayat lainnya,
Allah mengingatkan kita tentang pengaruh ucapan yang baik dan lemah lembut.
Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun a.s. agar mendatangi Fir'aun dengan
lemah lembut. Meskipun Fir'aun itu zalim, congkak, dan kejam, Allah
memerintahkan rasul-Nya agar berbicara kepadanya dengan lemah lembut. Allah
menjelaskan alasannya dalam al-Qur'an:
"Pergilah kamu
berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut." (Q.s. Thaha: 43-4).
Ayat-ayat ini
memberitahukan kepada orang-orang yang beriman tentang sikap yang harus mereka
terapkan terhadap orang-orang kafir, musuh-musuh mereka, dan orang-orang yang
sombong. Tentu saja ini mendorong kepada kesabaran, kemauan, kesopanan, dan
kebijakan. Allah telah mengungkapkan sebuah rahasia bahwa Dia akan menjadikan
perbuatan orang-orang beriman itu akan menghasilkan manfaat dan akan mengubah
musuh-musuh menjadi teman jika mereka menaati perintah-Nya dan menjalankan
akhlak yang baik.
Sumber Artikel : http://achsanarea23.blogspot.com/2012/09/cara-pasang-kotak-permalink-di-bawah.html#ixzz2B8PBsDfT
nice
ReplyDeletehttp://rahasiailmuqurani.blogspot.com/