KISAH NABI SYU'AIB
Banyak
orang di zaman kita beranggapan bahwa agama hanya merupakan program-program
yang kosong dan nilai-nilai akhlak semata. Ini adalah keyakinan klasik dan
salah. Pada hakikatnya, agama adalah sistem dalam kehidupan dan pergaulan. Intinya
ialah hubungan dengan Allah SWT. Oleh karena itu, usaha memisahkan antara
problem-problem tauhid dan perilaku manusia dalam kehidupan mereka sehari-hari
berarti memisahkan agama dari kehidupan dan mengubahnya menjadi adat-istiadat,
tradis-tradisi, dan acara-acara ritual yang hampa. Kisah Nabi Syu'aib
menampakkan hal yang demikian secara jelas.
Allah SWT
mengutus Syu'aib pada penduduk Madyan:
"Dan
kepada (penduduk) Madyan (kami utus) saudara mereka, Syu 'aib. Ia berkata: 'Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia.'" (QS.
Hud: 84)
Ini
adalah dakwah yang sama yang diserukan oleh setiap nabi. Dalam hal ini tidak
ada perbedaan antara satu nabi dan nabi yang lain. Ia merupakan dasar akidah
dan tanpa dasar ini mustahil suatu bangunan akan berdiri. Setelah peletakan
bangunan tersebut, Syu'aib mulai menyuarakan dakwahnya:
"Dan
janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu
dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan
azab hari yang membinasakan (kiamat)." (QS. Hud: 84)
Setelah
menjelaskan masalah tauhid secara langsung, Nabi Syu'aib berpindah pada masalah
muamalah sehari-hari yang berkenaan dengan kejujuran dan keadilan. Adalah hal
yang terkenal pada penduduk Madyan bahwa mereka mengurangi timbangan dan mereka
tidak memberikan hak-hak manusia. Ini adalah suatu kehinaan yang menyentuh
kesucian hati dan tangan sebagaimana menyentuh kesempurnaan harga diri dan
kemuliaan.
Para penduduk Madyan beranggapan
bahwa mengurangi timbangan adalah salah satu bentuk kelihaian dan kepandaian
dalam jual-beli serta bentuk kelicikan dalam mengambil dan membeli. Kemudian
nabi mereka datang dan mengingatkan bahwa hal tersebut merupakan hal yang hina
dan termasuk pencurian. Nabi Syu'aib memberitahukan kepada mereka bahwa beliau
khawatir jika mereka meneruskan perbuatan keji itu niscaya akan turun kepada
mereka azab di mana manusia tidak akan dapat menghindar dari siksaan itu.
Perhatikanlah bagaimana campur tangan Islam melalui Nabi Syu'aib yang diutus
kepada manusia di mana ia memperhatikan persoalan jual-beli dan mengawasinya:
"Hai
kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu
merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan
di muka bumi dengan membuat kerusakan." (QS. Hud: 85)
Nabi
Syu'aib meneruskan misi dakwahnya. Beliau mengulang-ulangi nasihatnya kepada
mereka dengan cara yang baik dan mengajak ke jalan yang baik, tidak ke jalan
yang buruk; beliau menghimbau kepada mereka untuk menegakkan timbangan dengan
keadilan dan kebenaran dan mengingatkan mereka agar jangan merampas hak-hak
orang lain. Merampas hak-hak orang lain itu tidak terbatas pada jual-beli saja,
namun juga berhubungan dengan perbuatan-perbuatan lainnya; beliau memerintahkan
mereka untuk menegakkan timbangan keadilan dan kejujuran. Demikianlah seruan
dari agama tauhid dan akidah tauhid di mana ia selalu menyuarakan kejujuran dan
keadilan.
Agama
selalu memerintahkan manusia untuk menjalin kerjasama sesama mereka dalam
kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang bijaksana dan baik, baik menyangkut
hubungan kerja, hubungan pribadi maupun hubungan lainnya. Al-Qur'an al-Karim
mengatakan: "Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka.
"Dan kata as-Syai' (sesuatu) dalam ayat tersebut diucapkan kepada hal-hal
yang bersifat materi dan yang bersifat non-materi (rohani) di mana masuk dalam
katagori itu perbuatan-perbuatan dan hubungan-hubungan yang menghasilkan.
Al-Qur'an melarang segala bentuk kelaliman, baik kelaliman berkenaan dengan
menimbang buah-buahan atau sayur-sayuran maupun kelaliman dalam bentuk tidak
memberikan penghargaan terhadap usaha manusia dan pekerjaan mereka. Sebab,
kelaliman terhadap manusia akan menciptakan suasana ketidakharmonisan yang
berakibat pada timbulnya penderitaan, sikap putus asa, dan sikap tidak peduli,
sehingga pada akhirnya hubungan sesama manusia berjalan tidak harmonis dan
menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan. Oleh katrena itu, Al-Qur'an
mengingatkan agar jangan sampai ada manusia yang berbuat kerusakan di muka
bumi:
"Dan
janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa
(keuntungan) dart Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang
beriman. Dan aku bukanlah seorangpenjaga atas dirimu." (QS. Hud: 85-86)
Yang
dimaksud al-'Atsu ialah sengaja membuat kerusakan dan bertujuan untuk membuat
kerusakan. Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi; janganlah kalian
sengaja untuk menciptakan keonaran di muka bumi. Apa yang ada di sisi Allah SWT
adalah hal yang terbaik buat kalian jika kalian benar-benar beriman. Kemudian
Nabi Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa ia tidak memiki sesuatu kepada
mereka; ia tidak dapat menguasai mereka tidak juga ia selalu mengawasi mereka.
Beliau hanya sekadar seorang rasul atau utusan untuk menyampaikan ajaran
Tuhannya:
"Dan
aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu. " (QS. Hud: 86)
Dengan
cara yang demikian, Nabi Syu'aib menjelaskan kaumnya bahwa masalah yang mereka
hadapi saat ini sangat penting dan sangat serius, bahkan sangat berat. Beliau
memberitahu mereka akibat yang bakal mereka terima jika mereka membuat
kerusakan. Selesailah bagian pertama dari dialog Nabi Syu'aib bersama kaumnya.
Nabi Syu'aib telah mengawali pembicaraan dan kaumnya mendengarkan. Kemudian
beliau berhenti dari pembicaraannya dan sekarang kaum membuka pembicaraan:
"Mereka
berkata: 'Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh agar kami meninggalkan apa
yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang hand berbuat apa yang kami
kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat
penyantun lagi berakal " (QS. Hud: 87)
Para penduduk Madyan yang kafir
mereka biasa merampok dan menyembah al-Aikah, yaitu pohon dari al-Aik yang
dikelilingi oleh dahan-dahan yang berputar di sekelilingnya. Mereka termasuk
orang-orang yang menjalin hubungan sesama manusia dengan cara-cara yang sangat
keji. Mereka suka mengurangi timbangan; mereka mengambil yang lebih darinya dan
tidak menghiraukan kekurangannya. Perhatikanlah semua itu dalam dialog mereka bersama
Syu'aib. Mereka berkata, "wahai Syu'aib apakah agamamu yang
memerintahkanmu...?" Seakan-akan agama ini mendorong Syu'aib dan
membisikinya serta memerintahnya sehingga ia menaati tanpa pertimbangan dan
pemikiran. Sungguh Syu'aib telah berubah dengan agamanya itu menjadi alat yang
bergerak dan alat yang tidak sadar. Demikianlah celaaan dan tuduhan keji yang
dialamatkan oleh kaum Nabi Syu'aib kepadanya. Agama Syu'aib telah membuatnya
gila dan membuatnya nekat untuk memerintahkan mereka meninggalkan apa yang
selama ini mereka sembah dan disembah oleh kakek-kakek mereka. Kakek-kakek
mereka telah menyembah tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan sementara agama
Syu'aib memerintahkan mereka untuk hanya menyembah Allah SWT. Kenekatan model
apa dari Syu'aib ini?
Dengan
ejekan dan penghinaan ini, Nabi Syu'aib menghadapi dialog yang terjadi dengan
mereka. Kemudian mereka kembali bertanya-tanya dengan penuh keheranan dan
dengan nada mengejek: "Apakah agamamu yang menyuruh agar kami meninggalkan
apa yang disembah oleh bapak-bapak kami." Tidakkah engkau sadar wahai
Syu'aib bahwa agamamu ingin mencampuri keinginan kita dan cara kita menggunakan
harta kita? Apakah hubungan keimanan dan salat dengan muamalah materi?
Dengan
pertanyaan ini, kaum Nabi Syu'aib mengira bahwa mereka mencapai suatu tingkat
kecerdasan. Mereka mengemukakan di hadapannya problem keimanan, dan mereka
mengingkari adanya keterkaitan antara perilaku manusia dan muamalah mereka
serta perekonomian mereka. Ini adalah masalah yang klasik; ini adalah usaha
untuk memisahkan antara ekonomi dan Islam di mana setiap nabi justru di utus
untuknya meskipun nama-nama mereka berbeda-beda; ini adalah masalah kuno yang
diungkap oleh kaum Nabi Syu'aib di mana mereka mengingkari bahwa agama turut
campur dalam kehidupan sehari-hari mereka, perekonomian mereka dan cara mereka
menggunakan harta mereka. Mereka menganggap bahwa menginfakkan harta atau
menggunakannya atau menghambur-hamburkannya adalah suatu yang tidak berhubungan
dengan agama. Hal itu menyangkut kebebasan pribadi manusia. Bukankah itu
hartanya yang khusus lalu mengapa agama turut campur di dalamnya?
Demikianlah
pemahaman kaum Nabi Syu'aib kepada Islam yang dibawa oleh Nabi Syu'aib. Kami
kira pemahaman demikian sedikit atau banyak tidak berbeda dengan pemahaman
banyak masyarakat di zaman kita sekarang mereka menganggap bahwasannya Islam
tidak memiliki kaitan dengan kehidupan pribadi manusia dan kehidupan
perekonomian mereka. Oleh karena itu, manusia dapat menggunakan harta mereka
sesuai dengan kemauan mereka: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat
penyantun lagi berakal."
Mereka
ingin mengatakan kepada Nabi Syu'aib, seandainya engkau seorang yang bijaksana
dan memiliki pemikiran yang matang niscaya engkau tidak akan mengatakan apa
yang telah engkau katakan. Mereka kembali mengejek Nabi Syu'aib dan merendahkan
dakwahnya. Seandainya Anda bertanya kepada kaum Nabi Syu'aib tentang pemahaman
agama mereka maka mereka pasti mengingkari bahwa agama adalah sebagai sistem
dalam kehidupan yang menjadikan hidup lebih mulia, lebih suci, lebih adil dan
lebih pantas manusia untuk menjabat sebagai khalifatullah di muka bumi;
seandainya Anda bertanya kepada mereka tentang agama niscaya mereka
memberitahumu bahwa ia hanya berupa kumpulan nilai-nilai rohani yang baik yang
tidak mewarnai kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman seperti ini, agama hanya
sekadar hiasan. Ini adalah pemahaman yang menggelikan karena Allah SWT mengutus
para nabi dan ajaran-ajaran yang mereka bawa bukan untuk perhiasan dan
main-mainan. Maha Suci Allah SWT dari semua itu. Allah SWT mengutus para
nabi-Nya dengan membawa sistem baru dalam kehidupan, yaitu sistem yang mencakup
nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang itu semua tidak akan bermakna jika
tidak berubah menjadi suatu sistem dalam kehidupan secara umum dan mengatur
kehidupan secara khusus. Dengan pemahaman seperti inilah agama menjadi mulai
dan agama menjadi benar adanya. Dan dengan asumsi seperti ini, kita memahami
seberapa jauh campur tangan agama dalam persoalan-persoalan kehidupan
sehari-hari: dimulai dari hubungan-hubungan cinta sampai undang-undang
perkawinan, bahkan cara mengambil keputusan hidup sampai sistem dalam
menginfakkan uang dan menggunakannya, juga sistem dalam cara menggunakan dan
mendistribusikan kekayaan dan sebagainya. Jika manusia memahami agama seperti
ini makajadilah agama sesuatu kebenaran. Dan kalau tidak, agama laksana
puing-puing saja.
Nabi
Syu'aib mengetahui bahwa kaumnya mengejeknya karena mereka menganggap agama
tidak turut campur dalam kehidupan sehari-hari. Namun, beliau menghadapi semua
itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang karena beliau yakin apa yang
beliau bawa adalah kebenaran. Beliau tidak peduli dengan ejekan mereka dan
tidak tersinggung dengannya dan tidak mempersoalkan hal itu; beliau memberi
pengertian kepada mereka bahwa beliau berada di atas kebenaran dari Tuhannya;
beliau adalah seorang nabi yang mengetahui kebenaran; beliau tidak melarang
mereka untuk meninggalkan sesuatu yang di balik larangan itu mendatangkan
keuntungan pribadi buatnya; beliau tidak ingin menasihati mereka dalam
kejujuran agar pasar menjadi sepi dan karenanya beliau mengambil manfaat;
beliau hanya sekadar seorang nabi di mana dakwah setiap nabi tergambar dalam
ungkapan yang singkat:
"Aku
tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. " (QS. Hud: 88)
Yang
beliau inginkan hanya al-Islah (usaha membuat perbaikan). Demikanlah kandungan
dan inti dakwah para nabi yang sebenarnya. Mereka adalah al-Muslihun, yaitu
orang-orang yang membuat perbaikan; mereka memperbaiki akal, memperbaiki hati
dan memperbaiki kehidupan yang umum dan kehidupan yang khusus:
"Syu'aib
berkata: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranku jika aku mempunyai bukti yang nyata
dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi
perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan)
apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan
selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan
(pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku
kembali.'" (QS. Hud: 88)
Setelah
Nabi Syu'aib menjelaskan tujuan-tujuannya kepada mereka dan menyingkapkan
kebenaran dakwahnya, beliau mulai mengotak-atik akal-akal rnereka; beliau
mengungkapkan kepada mereka bagaimana pergulatan orang-orang sebelum mereka
dengan para nabi sebelumnya, yaitu kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi
Saleh, dan kaum Nabi Luth yang masa mereka ddak jauh dengan masa Nabi Syu'aib.
Beliau mulai berdialog dengan mereka dan mengingatkan mereka bahwa sikap
penentangan mereka justru akan mendatangkan siksaan bagi mereka. Nabi Syu'aib
mengingatkan mereka bagaimana nasib orang-orang yang mendustakan kebenaran:
"Hai
kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan
kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpah kaum Nuh atau
kaum Hud atau kaum Saleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari
kamu. Dan mohonlah ampun dari Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya,
sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. " (QS. Hud: 89-90)
Usai Nabi
Syu'aib berdakwah kepada Allah SWT dan menjelaskan al-ishlah (usaha memperbaiki
masyarakat) dan mengingatkan mereka bahaya penentangan serta menakut-nakuti
mereka dengan menceritakan kembali siksaan yang diterima orang-orang yang
berbohong sebelum mereka. Meskipun demikian, Nabi Syu'aib tetap membukakan
pintu pengampunan dan pintu taubat bagi mereka. Beliau menunjukkan kepada
mereka kasih sayang Tuhannya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Namun kaum
Nabi Syu'aib memilih azab. Kekerasan hati mereka dan keinginan mereka untuk
mendapatkan harta yang haram serta rasa puas dengan sistem yang mengatur
mereka, semua itu menyebabkan mereka menolak kebenaran:
"Mereka
berkata: 'Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan
itu.'" (QS. Hud: 91)
Kami
tidak memahamimu. Engkau adalah seorang yang mengacau; engkau mengatakan
sesuatu yang tidak dimengerti:
"Dan
sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara
kami." (QS. Hud: 91)
Beliau
dikatakan sebagai orang yang lemah karena orang-orang fakir dan orang-orang
yang rrienderita adalah orang-orang yang beriman padanya, sedangkan orang-orang
kaya dan para pembesar telah menentang mereka. Demikianlah pertimbangan umumnya
manusia yang tidak memiliki kekuatan cukup untuk menghadapi kebenaran dakwah
Nabi Syu'aib di mana beliau dianggap sebagai orang yang lemah:
"Kalau
tidaklah karena keluargamu tentulah kami akan merajammu."(QS. Hud: 91)
Seandainya
kalau bukan karena keluargamu dan kaummu dan orang-orang yang mengikutimu
niscaya kami akan menggali suatu lubang dan kami akan bunuh kamu dilubang itu
dengan cara melempari kamu dengan batu:
"Sedang
kamu pun bukanlah seorangyang berwibawa di sisi kami." (QS. Hud: 92)
Kaum Nabi
Syu'aib berpindah dari cara mengejek pada cara menyerang. Nabi Syu'aib telah
menyampaikan bukti kepada mereka setelah mereka mengejeknya, lalu mereka
mengubah cara mereka berdialog. Mereka memberitahunya bahwa mereka tidak
memahami apa yang beliau katakan dan mereka melihat bahwa Nabi Syu'aib sebagai
orang yang lemah dan hina. Dan seandainya kalau bukan karena mereka takut
(kasihan) kepada keluarganya niscaya mereka akan membunuhnya. Mereka
menampakkan kebencian kepada Nabi Syu'aib dan ingin sekali untuk membunuhnya
kalau bukan karena alasan-alasan yang berhubungan dengan keluarganya.
Menghadapi ancaman itu, Nabi Syu'aib tetap menunjukkan sikap lembutnya lalu
beliau bertanya kepada mereka dengan maksud untuk menggugah kesekian kalinya
akal mereka:
"Syu
'aib menjawab: 'Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut
pandanganmu daripada Allah. " (QS. Hud: 92)
Apakah
cukup rasional jika mereka membayangkan hal tersebut? Mereka melupakan hakikat
kekuatan yang mengatur alam. Sesungguhnya hanya Allah SWT Yang Maha Mulia dan
Maha Kuat. Seharusnya mereka mengingat hal itu; seharusnya seseorang tidak
takut kepada apapun selain Allah SWT dan tidak membandingkan kekuatan di alam
wujud ini dengan kekuatan Allah SWT. Hanya Allah SWT Yang Kuat dan hanya Dia
yang mengatur hamba-hamba-Nya.
Tampak
bahwa kaum Nabi Syu'aib mulai kesal dan semakin kesal dengannya, lalu
berkumpullah para pembesar kaumnya:
"Pemuka-pemuka
dari kaum Syu 'aib yang menyombongkan diri berkata: 'Sesungguhnya kami akan
mengusir kamu hai Syu'aib dan dengan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu
kembali kepada agama kami.'" (QS. al-A'raf: 88)
Mereka
menggunakan tahap baru dengan cara mengancam Nabi Syu'aib; mereka mengancamnya
untuk membunuh dan mengusir dari desa mereka; mereka memberi pilihan kepada
Nabi Syu'aib antara terusir dan kembali kepada agama mereka yang menyembah
pohon-pohon dan benda-benda mati. Nabi Syu'aib memberitahu kepada mereka bahwa
masalah kembalinya ia ke agama mereka adalah masalah yang tidak berhubungan
dengan masalah-masalah yang disebutkan dalam perjanjian. Sungguh Allah SWT
telah menyelamatkan beliau dari agama mereka lalu bagaimana beliau kembali lagi
padanya? Beliau yang mengajak mereka pada agama tauhid lalu bagaimana beliau
mengajak mereka untuk kembali pada kesyirikan dan kekufuran? Beliau mengajak
mereka dengan cara yang lembut dan kasih sayang sementara mereka mengancamnya
dengan kekuatan.
Demikianlah
pertentangan antara Nabi Syu'aib dan kaumnya semakin berlanjut. Nabi Syu'aib
memegang amanat dakwah untuk menghadapi para pembesar, para pendusta, dan para
penguasa kaumnya. Akhirnya, Nabi Syu'aib mulai mengetahui bahwa mereka tidak
lagi memiliki harapan karena mereka telah berpaling dari Allah SWT:
"Sedang
Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya
pengetahuan Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan. Dan (dia berkata): 'Hai
kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula).
Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan
siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan). Sesungguhnya aku pun menunggu
bersama kamu." (QS. Hud: 92-93)
Nabi
Syu'aib berlepas diri dari mereka. Mereka telah berpaling dari agama Allah SWT
bahkan telah mendustakan nabi-Nya dan menuduhnya bahwa ia tersihir dan seorang
pembohong. Maka, setiap orang hendaklah melakukan apa saja yang diinginkannya
dan hendaklah mereka menunggu azab Allah SWT. Kemudian pergulatan antara Nabi
Syu'aib dan kaumnya berakhir adanya fase baru. Mereka meminta kepada Nabi
Syu'aib untuk mendatangkan azab dari langit jika beliau termasuk orang-orang
yang benar. Dengan nada mencibir dan menantang, mereka berkata: "di mana
azab itu, di mana siksaan yang dijanjikan itu? Mengapa terlambat datang?"
Mereka
mengejek Nabi Syu'aib dan beliau dengan tenang menunggu datangnya azab Allah
SWT. Allah SWT mewahyukan kepada beliau agar keluar bersama orang-orang mukmin
dari desa tersebut. Akhirnya, Nabi Syu'aib keluar bersama para pengikutnya dan
datanglah azab Allah SWT:
"Dan
takkala datang azab Kami. Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang beriman
bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari kami, dan orang-orang lalim
dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati
bergelimpangan di rumahnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat
itu. Ingatlah, kebinasaan bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud telah
binasa." (QS. Hud: 94-95)
Ia adalah
teriakan sekali saja satu suara yang datang kepada mereka dari celah-celah awan
yang menyelimuti. Mula-mula mereka barangkali bergembira karena membayangkan
itu akan membawa hujan tetapi mereka dikagetkan ketika datang kepada mereka
siksaan yang besar pada hari yang besar.
Selesailah
masalah ini. Mereka menyadari bahwa teriakan itu membawa bencana buat mereka; teriakan
itu menghanguskan setiap makhluk yang ada di dalam negeri itu. Mereka tidak
mampu bergerak dan tidak mampu menyembunyikan diri dan tidak pula mereka dapat
menyelamatkan diri mereka.
Sumber Artikel : http://achsanarea23.blogspot.com/2012/09/cara-pasang-kotak-permalink-di-bawah.html#ixzz2B8PBsDfT
0 comments:
Post a Comment
setelah anda membaca artikel ini silakan anda berkomentar yang baik,sesuai dengan topik pembicaraan, tolong jangan spam